REVIEW BUKU
STUDI ISLAM KONTEMPORER
Dosen
pengampu : M. Rikza Chamami, MSI
Disusun oleh :Nia Mutia Dina (123911076)
Judul Buku : Studi Islam Kontemporer
Penulis : M. Rikza Chamami, MSI
Penerbit : Pustaka Rizki Putra
Tanggal terbit : Desember 2012
Jumlah halaman : xii + 228
halaman
STUDI
ISLAM KONTEMPORER
BAB I
PASANG
SURUT KEBANGKITAN DAN KEILMUAN POTRET DISENTEGRASI ABBASIYAH
Dinasti Abbasiyah yang berpusat
di Baghdad (sementara Umayyah di Damaskus) memiliki karakter
kebijakan yang dihasilkan dengan mendapatkan stempel agama. Mereka
sendiri menggunakan gelar-gelar seperti al-Hadi, ar-Rasyid,
al-Mu’tashim dan sebagainya yang memberi isyarat bahwa mereka
adalah pimpinan agama di samping memangku jabatan kepala pemerintahan
, walaupun bukan seperti kedudukan seorang Paus dalam agama katolik.
Dinasti Abasiyyah berkuasa dalam
rentang waktu yang sangat panjang, sekitar 508 tahun (750 M/132 H –
1258 M/ 656 H). Artinya konsolidasi dinasti ini pada pendewasaan
masyarakat dengan melawan dominasi mawalli. Perjalanan dinasti
Abbasiyah sejak berdiri hingga berakhir dengan adanya disintegrasi
memang sudah tercatat sebagai sejarah islam yang cukup fantastis.
Perkembangan dinasti Abbasiyah dapat di klasifikasikan menjadi tiga
periode: pertama, periode perkembangan dan puncak kejayaan (750-950
M). Kedua, periode disintegrasi (950-1050 M) yang ditandai dengan
upaya wilayah-wilayah melepaskan diri dan meminta otomisasai, serta
berkuasanya dinasti Bani Buwaihi. Dan ketiga, periode kemunduran dan
kehancuran (1050-1250).
Tanda-tanda adanya disintegrasi
adalah: pertama, munculnya dinasti-dinasti kecil di barat maupun di
timur Baghdad yang berusaha melepaskan diri atau meminta otonomi.
Kedua, perebutan kekuasaan oleh dinasti Buwaihi dari Persia dan
Saljuk dari Turki di Baghdad, sehingga menjadikan fungsi khilafah
bagaikan boneka. Ketiga, lahirnya perang salib anatara pasukan Islam
dengan pasukan salib Eropa.
Adapun dinasti-dinasti kecil yang
ada di barat Baghdad yaitu :
- Dinasti Idris (172-311 H/ 788-932 M)
- Dinasti Aghlabi (184-296 H/ 800-900 M)
- Dinasti Tuluni (254-292 H/ 868-905 M)
- Dinasti Ikhsyidi(323-358 H/ 935-969 M)
- Dinasti Hamdani (293-394 H/ 968-104 M)
Sementara dinasti-dinasti kecil
yang ada di timur Baghdad yaitu :
- Dinasti Thohiri (205-259 H/ 821-873 M)
- Dinasti Saffari (254-290 H/ 867-903 M)
- Dinasti Saamani(261-398 H/ 874-999 M)
Professor Nicholson telah
menggambarkan kegiatan ilmiah di dunia islam dengan begitu cepat, dan
kita memetik sebagian dari padanya sebagai permulaan kita mengenai
kebangkitan kebudayaan di zaman Abbasiyah pertama itu. Menurut
Nicholson, sejumlah besar penyelidik dan penuntut ilmu pengetahuan
dari kalangan muslimin dengan penuh semangat mengembara ke
tengah-tengah tiga benua yaitu dunia yang dikenal pada zaman
tersebut, kemudian kembali ke negeri masing-masing seperti kembalinya
lebah-lebah yang membawa madu yang membangkitkan selera.
Di zaman tersebut , tamaddun
Islam telah mulai mantap setelah selesainya gerakan perluasan dan
penaklukan yang menjadi keistimewaan zaman dinasti Umayyah. Kebudayan
akan berkembang dengan luas dikalangan sesuatu umat apabila umat itu
berada dalam keadaan yang tenteram dan ekonomi yang stabil.
- Kegiatan menyusun buku-buku ilmiah
Kegiatan menyusun buku-buku
berjalan menurut tiga tingkat.pertama, adalah tingkat yang paling
mudah dan rendah, ialah kertas yang berasingan atau dua rangkap, asli
dan salinannya. Kedua, yaitu tingkat pertengahan, merupakan bukaan
ide-ide yang serupa atau hadits-hadits Rasul dalamsatu buku. Ketiga,
yang paling tinggi ialah tingkat penyusunan yang merupakan lebih
halus dari pada kerja pembukuan,karena di tingkat ini segala yang
sudah di catat diatur dan disusun dalambagian-bagian dan bab-bab
tertentu serta berbeda satu sama lain. Tingkat ini telah di capai
oleh kaum muslimin di zaman pemerintahan Abbasiyah pertama, tahun 143
H.
- Mengatur ilmu-ilmu Islam
Berikut adalah sebagian dari
ilmu-ilmu Islam yang telah mengalami perubahan dan perkembangan besar
di zaman pemerintahan Abbasiyah:
- Ilmu Tafsir
Bidang tafsir telah mengalami
suatu perkembangan yang besar dan menjadi berangkai-rangkai secara
menyeluruh. Tafsir al-Faraa’ merupakan tafsir pertama yang disusun,
menurut susunan ayat-ayat Al-Qur’an, serta sebagai perintis jalan
kepada penafsir yang lahir sesudahnya, sehingga muncul al-Tabari yang
menghimpunkan di dalam tafsirnya semua keistimewaan yang terdapat
dalam karya-karya tafsir sebelumnya.
- Ilmu Fiqh
Di antara kebanggan zaman
pemerintahan Abbasiyah pertama ialah terdapatnya empat madzhab fiqh
yang ulung ketika itu. Mereka adalah Imam Abu Hanifah (150 H), Imam
Malik (179 H), Imam Syafi’i (204 H), Imam Ahmad bin Hambal (241 H)
ke empat imam tersebut merupakan ulama-ulama Fiqh yang paling agung
di dunia Islam.
- Ilmu Nahwu
Di antara tokoh-tokoh Nahwu dari
aliran Basrah ialah Isa bin Umar as-Saqafi (149 H), al-Akhfasyi (177
H), Sibawaihi (180 H), Yunus bin Habib (182 H). Di antara tokoh
aliran Kufah adalah Abu Ja’far ar-Ru’asi, al-Kisa’I (183 H) dan
al-Faraa’ (208 H).
- Ilmu Sejarah
Sebagaimana hadits ini merupakan
induk dari ilmu Tafsir, ia juga menjadi induk dari ilmu sirah
(sejarah). Dari sini timbul ide untuk memisahkan ilmu sirah
dan ilmu Hadits. Tokoh yang melaksanakannya secara ilmiah yaitu,
Muhammad bin Ishaq (152 H) dan bukunya mengenai sejarah hidup Nabi
merupakan buku yang paling tua.
- Terjemahan dari Bahasa Asing
Pada tahun 762 M khalifah
al-Mansyur telah meletakkan batupertama bagi Baghdad dan telah
menghimpun golongan cerdik di berbagai lapangan serta menggalakkan
penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dan sastra dari bahasa-bahasa
lain ke bahasa arab. Diantara mereka yang terkemuka ialah Abdullah
bin Muqaffa (752 M).
Selama masa Abbasiyah, bangsa
Persia yang jenius memadu kebudayaan Arab-Islam hingga mencapai
kemajuan gemilang pada zamannya, khususnya dalam bidang ilmu
kedokteran, kesusteraan dan berbagai seni.
Pada masa Abbasiyah inilah
tokoh-tokoh besar sunni berkiprah. Seperti munculnya empat madzhab
fikih atau aliran dalam hukum Islam, yang terdiri atas Imam Abu
Hanifah(713-795 M), Imam Syafi’i (767-820 M) dan Imam Hambal
(780-855 M).
Dinasi Abbasiyah juga menyokong
cukup kuat penulisan hadits dengan segala upaya yang dimiliki.
Tokohyang terkenal dalam bidang kedokteran misalnya Ibnu Sina dan
Al-Razi.
Pakar-pakar ilmu kedokteranadalah
Ali At-Thobari , Al-Razi, Ali IbnuAbbas,Al-Majusi dan Ibnu Sina.
At-Thobari yang berkarya pada pertengahan abad ke-9 merupakan
fisikawan termashur pada masa khalifah Mutawakkil.
BAB II
KAJIAN
KRITIS DIALEKTIKA FENOMENOLOGI DAN ISLAM
Annemarie Schimmel, seorang ahli
fenomenologi asal Jerman, menampilkan suatu uraian mendalam tentang
bagaimana kaum muslim seluruh dunia berupaya untuk menangkap dan
menguraikan tanda-tanda itu dengan menggunakan pendekatan
fenomenologis yang berusaha untuk masuk ke jantung agama dengan jalan
menelaah lebih dulu fenomena lahiriahnya Schimmel menjabarkan
aspek-aspek suci yang di lekatkan umat Islam pada berbagai fenomena
seperti batu, air, api, bulan, pepohonan, hewan-hewan, makam,
angka-angka, dan lain-lain. Untuk memutusi ya atau menolak terhadap
ungkapan dari pengalaman keagamaan yang mungkin dijumpai dalam
wawancara terhadap responden penghayat terikat. Sikap yang diambil
adalah menerapkan pendekatan realism metafisis karena pendekatan ini
memandang ada kebenaran metafisis yang objektif dan universal
sebagaimana ada dalam dunia fisis. Yang dimaksud metafisis adalah: 1)
dunia non fisis 2) merupakan dunia otonom dan objektif dalam arti
luar posisi pengamat.
Secara etimologis fenomenologi
berasal dari kata fenomen yang artinya gejala, yaitu hal yang
tidak nyata dan semua. Juga dapat diartikan sebagai ungkapan kejadian
yang dapat diamati lewat indera.
Dan yang lebih penting dalam
filsafat fenomenologi sebagai sumber berfikir yang kritis. Pemikiran
yang demikian besar pengaruhnya di Eropa dan Amerika antara tahun
1920 hingga 1945 dalam bidang ilmu pengetahuan positif.
Dalam konteks apapun kita memakai
kata fenomenologi, kita ingat kepada pembedaan yang dibawakan oleh
Kant antara phenomenon atau penampakan realitas kepada
kesadaran dan noumenon atau wujud dari realitas itu sendiri.
Seorang filosof itu mengabdikan diri untuk menembus rahasia; filosof
fenomenologi berusaha memecahkan dualisme itu.
Ia memulai tugasnya dengan
mengatakan: Jika memang ada pemecahan soal, maka pemecahan tersebut
berbunyi :hanya fenomenologi yang tersajikan kepada kita dan oleh
karena ituharus melihatnya.
Sebagai suatu gerakan filsafat,
fenomenologi menjadi termahsur di Jerman pada seperempat abad yng
ke-20 kemudian menjalar ke Perancis dan Amerika Serikat.pencetus
aliran fenomenologi adalah Edmund Husserl pada usia 54 tahun, ia baru
dapat menyajikan permulaan tentang fenomenologi metode yang keras
untuk menganalisa kesadaran.
Sebagai filsafat, fenomenologi,
menurut Edmund Husserl memberi pengetahuan yang perlu dan esensial
tentang apa yang ada. Dalam langkah-langkah penyelidikannya, ia
menemukan objek-objek (yang tidak terbatas banyaknya) yang membentuk
kesadarandimana ia temukan.
Pendekatan Phenomenologi ,
yaitu pendekatan yang mengemukakan bahwa objek ilmu tidak terbatas
pada yang empirik (sensual), melainkan mencakup fenomena lain baik
persepsi, pemikiran, kemauan, dan keyakinan subjek tentang suatu yang
transenden, disamping yang aposteoritik.
Metode fenomenologi yaitu metode
yang berusaha untuk menejlaskan dan mengungkapkan sesuatu menurut
suatu fenomena(gejala).
Sedangkan pendekatan
fenomenologis digunakan sebagai upaya memahami arti, peristiwa dan
kaitan-kaitannya terhadap orang-orang dalam situasi.
Pada abad 19, term ini diberi
arti lain oleh Hegel, yaitu conservant about mind, pengetahuan
tentang pikiran. Menurutnya, jika kita membaca pikiran semata-mata
dengan pengamatan dan penggeneralisasian berbagai fenomeno dalam
penampakan dirinya, maka kita hanya akan diperoleh satu bagian dari
pengetahuan mental, dan inilah yang disebut phenomenology of mind.
Fenomenologi dalam konteks
psikologi dimakanai bukan suatu ilmu. Tidak ada sistem, tidak ada
hipotesa, tidak ada teori. Sebelum menjadi psikologi (ahli ilmu jiwa)
lebih baik menjadi fenomenolog supaya waktu membuat hipotesa, teori,
dan hitungan sang psikolog mengetahui apa yang sebetulnya dihitung
dan diterangkan.
Belajar fenomenologis pada
permulaan memang menjengkelkan. Orang harus memakai kacamata yanh
berbeda dengan kacamata kehidupan sehari-hari dari orang yang
bersikap “realis”. Untuk mengerti metode Husserl harus di ingat
dulu tujuannya. Tujuan Husserl ialah untuk menerangkan, bahwa
pengertian kita betul-betul mempunyai “Rechtsanspruch auf
Gegestandlickeit” artinya: kita mengerti, dan dalam pengertian
itu kita berkata bahwa pengertian itu mempunyai objek(gegestand).
Religiusitas (keberagamaan)
manusia pada umumnya bersifat universal, infinite (tidak terbatas)
dan transhistoris, namun religiusitas yang mendalam/abstrak tidak
dapat dipahami dan dinikmati manusia tanpa sepenuhnya terlibat dalam
bentuk religiusitas yang kongkrit, terbatas, historis dan terkurung
dalam ruang dan waktu tertentu secara subjektif.
Kajian fenomenologis terhadap
esensitas keberagamaan manusia muncul karena adanya ketidakpuasan
para agamawan terhadap kajian historis yang hanya mengkaji
aspek-aspek normativitas agama dari kulit luar atau aspek
eksternalnya saja, sedangkan aspek internalitas kedalamannya kurang
tersentuh.
Dengan pemahaman
fenomenologisnya, Husserl memahami krisis ilmu sebagai ilmu dan
menempatkannya sebagai permasalahan hubungan platonis antara teori
murni dengan praktis kehidupan. Teori yang membentuksuatu sikap
(habitus) bijak dan berpandangan luas(aufgeklarrt)sehingga
melahirkan budaya ilmiah, telah terancam alam diri itu sendiri.
Menurutnya, ancaman itu adalah
positivism dalam disiplin ilmu-ilmu, terutama fisika.
Para peneliti social tidak puas
dengan cara kerja kelompok positivism menamakan diri kelompok
peneliti kualitatif. Mereka mengacu pada perspektif fenomenologi.
Secara ontologi fenomenologi menuntut pendekatan holistic, mendudukan
objek penelitian dalam suatu konstruksi “ganda” dan melihat objek
dalam konteks “natural” bukan parsial. Epistimologinya menurut
bersatunya subjek peneliti dengan subjek pendukung objek penelitian.
Salah satu tokoh yang menggunakan
fenomenologi dalam melihat Islam adalah Hassan Hanafi.
BAB III
FILSAFAT MATERIALISME KARL
MARK DAN FRIEDRICK ENGELS
Aliran-aliran yang sudah di
kembangkan oleh para pelopornya tak ayallagi masih menggema hingga
sekarang. Misalnya persoalan yang diwariskan Immanuel Kant disatu
pihak akan dikembangkan oleh aliran spekulatif-idealisme yang dibawa
Fichte (1762-1814), F.W.J Schelling (1775-1854) dan sebagainya.
Sedang dipihak lain akan didukung oleh aliran positivisme diatas
pelopor August Comte(1797-1857) dan aliran materialismedengan tokoh
Karl Mark (1818-1883) dan Friedrich Engels (1820-1895).
Marx dan Engeles inilah yang akan
menjawab ketidakpuasan terhadap idealisme maupun positivisme.
Karl Heinrich Marx ( selanjutnya
disebut Karl Marx) lahir 5 mei 1818di Trier, kota di perbatasan Barat
Jerman, yangsaai itu masuk wilayah Prussia.
Sepanjang hidupnya, Marx memang
dikenal sebagai lelaki yang payah. Ia otoriter, dan dalam debat
selain tak mau kalah, dia juga acapmencibir, lalu memburuk-burukkan
pribadi rekannya.
Sejak kecil, perhatian Marx sudah
terpusat pada sastra dan humaniora. Dia mendapat tentor yang baik
Ludwig von Westphalen, yang dengan riang menjejali Marx sastra dan
filsafat.
Marx menjadi doctor pada tahun
1841 dengan disertai The Difference between TheNatural Philosophy
of Democritus and Epirucus. Kertas kerja dan pengantar disertasi
ini secara jelas menunjukan Marx sangat Hegelian dan antiagama. Marx
meninggal di London, 14 Maret 1883.
Marx menganggap bahwa materi
adalah hal yang utama, sementara pikiran wilayah konsep dan ide yang
begitu penting bagai para pemikir sebenarnya hanay refleksi, seperti
warna merah dalam sebuah apel, dari satu dunia yang secara
fundamental berhakikat materi.
Ajaran materialis bahwa manusia
itu adalah hasil keadaan dan didikan, dan manusia yang berubah hasil
keadaan-keadaan lain, dan didikan yang berubah, melupakan bahwa
pendidik itu sendiri memerlukan pendidikan.
Gagasan yang umum di abad 19
adalah bahwa alam semesta merupakan kumpulan materi berukuran tak
hingga yang telah ada sejak dulu kala dan akan terus ada selamanya.
Marx menyatakan bahwa di negeri
Jerman,kritik terhadap agama dalam garis besar sudah lengkap,
dankritik terhadap agama merupakan titik tolak untuk seluruh kritik.
Landasan untuk kritik sekuler adalah : manusialah yang menciptakan
agama, bukan agama yang menciptakan manusia. Agama adalah kesadaran
diri dan harga diri manusiayang belum menemukan diri atau sudah
kehilangan diri sendiri.
BAB IV
SPEPTISISME OTENTITAS HADITS :
KRITIK ORIENTALIS IGNAZ GOLDZIHER
Diantara kalangan orientalis yang
masih meragukan eksitensi hadits, diantaranya adalah: Ignaz Goldziher
(1921 M), Joseph Schacth (1969 M) dan G.H.A Juynboll. Mereka
melontarkan kritik keras terhadap hadits.
Mereka menganggap bahwa kritik
hadits bukan murni dari kalangan Islam, tapi datang dari orientalis
barat yang berusaha mengkritik otoritas (contoh-contoh normatif) Nabi
Muhammad SAW.
Ignaz Goldziher adalah seorang
orientalis Hongaria yang dilahirkan di Szekesfehervar.
Goldziher telah menunjukan mutu
intelektualnya yang tinggi ketika dia masih muda. Sesudah mempelajari
manuskrip-manuskrip Arab di Leiden dan Wiena, pada tahun 1871 dia
diangkat menjadi dosen privat di Budapest.
Diluar negeri dia menjadi anggota
kehormatan dari akademi, delapan perkumpulan orientalis, tiga
perkumpulan sanjara diluar negeri dan ikut pula sebagai anggota Royal
Asiatic Society, Asiatic Society of Bengal, TheBritish Academy dan
The American Oriental Society.
Beberapa karya ilmiah yang telah
ia tulis, diantaranya: Die Zahiriten, Ihr Lhrsystem und Geschicte
(Leipzig, 1884).
Hadits-hadits sebenarnya adalah
rekayasa umat islam dalam kurun kedua dan ketiga hijrah yang mereka
sandarkan kepada sebutan dan perbuatan Rasulullah.
Masyarakat barat merasa perlu
membendung ekspansi Islam untuk tidak masuk terlalu jauh ke Benua
Eropa, sekaligus sebagai upaya mempertahankan eksistensi kristiani.
Dalam khasanah ‘Ulm
al-Hadits, pembahasan istilah hadits seringkali memiliki
relevansi dengan istilah sunnah pada pihak lain, walaupun kedua
istilah tersebut dipandang tidak identic, karena keduanya memiliki
perbedaan. Secara sederhana oleh Goldziher dikatakan bahwa sunnah
adalah sebagai revisi. Maka oleh as-Syakil Khalil Yasien dinyatakan
bahwa Goldziher menganggap apa yang disebabkan oleh Muhammad bukanlah
agama baru.
Keraguan Goldziher akan keabsahan
dan otentitas hadits bukan saja ketika ia mengemukakan makna hadits
dan sunnah yang kemudian mendapat revisi dan kedudukan dalam Islam.
Ia melihat faktor lain tentang kondisi masyarakat Islam abad pertama
Hijriyah diaman hadits saat itu mulai memasukin perkembangan awal.
Kita akan mendapatkan sejumlah bukti bahwa hadits benar-benar
merupakan perkataan, perbuatan, dan taqriryang dinisbatkan kepada
Muhammad. Akan tetapi menurut Goldziher, kalau pun ada bukti tentang
hal itu akan sangat sulit menentukan kebenaran dan keabsahannya.
BAB V
TELAAH SOSIO-KULTURAL: MANHAJ
AHLUL MADINAH
Hukum islam dianggap sebagai
hukum yang sakral oleh orang-orang islam,yang mencakup tugas-tugas
agama yang datang dari Allah dan diwajibkan terhadap semua orang
islam dan semua aspek kehidupan mereka.
Dalam perkembangan selanjutnya,
daerah Islam semakin bertambah luas sehingga meliputi Mesir, Syiria,
Irak danlain-lain.
Taubat menurut syari’at Islam
harus memenuhi syarat, yaitu : berhenti berbuat maksiat, menyesali
perbuatan maksiat yang telah dikerjakan dan berazam tidak
mengulanginya kembali. Syari’at yang berlaku pada orang-orang bani
israil tersebut masih tetap berlaku bagi umat Islam, karena al-Qur’an
menyebutkannya secara mutlak “annan nafsa bin nafsi” (jiwa
dengan jiwa) dan tidak ada dalil yang membatalkannya atau
mengkhususkannya.
Hukum Islam adalah syari’at dan
pemikiran hukum Islam sama dengan fiqh. Sedangkan fiqh (pemikiran
hukum Islam) dapat diartikan sebagai kumpulan daya upaya para ahli
fiqh untuk mengaplikasikan syaria’at dalam kehidupan mereka.
Memperbincangkan fuqaha’ ahlul
Madinah, sama halnya berbocara tentang ahlul hadits. Karena keduanya
merupakan satu rangkaian sejarah yang tidak pernah terpisahkan.
Munculnya kelompok ini adalah bagian dari produksi hukum Islam yang
sudah mapan pada masa Nabi dan Khulafaurrosyidin.
Dalam berijtihad, kelompok
ahlul-Ra’yi sering mendahulukan pendapat akal dari pada
hadits-hadits ahad. Mereka sangat selektif dapat menerima
hadits-hadits. Berbeda dengan ahlul-Ra’yi, kelompok
ahlul-Hadits lebih mendahulukan hadits-hadits Nabi Muhammad SAW yang
bersifat ahad dari pada pendapat akal, jika hadits-hadits tersebut
memenuhi syarat kesahihannya.
Adapun sahabat yang terkemuka
dalam golongan ahlul ra’yi antara lain Umar bin Khatab (w.23/644 M)
di Madinah. Madzhab-madzhab yang dikenal sebagai ahlul hadits adalah
madzhab asy-Syafi’i, madzhab Hambali dan madzhab Maliki. Imam
Syafi’I memperkenalkan suatu pola penalaran dan metode pengolahan
hukum yang utuh dan sistematis yang kemudian dikenal sebagai ushul
fiqh.
BAB VI
POST MODERNISME: REALITAS
FILSAFAT KONTEMPORER
Arus posmodernisme, yang
merupakan respons keras atas modernism, selama dua tiga decade
belakangan begitu hebat mewarnai dan memengaruhi diskursus
intelektual di negeri ini. Yang diberikan zaman posmodernis pada kita
melalui definisinya adalah potensi, kemungkinan, visi tentang
keselarasan melalui pemahaman.
Postmodernisme oleh J. F. Lyotard
dalam bukunya La Condition Postmoderne (1979), diartikan
secara sederhana sebagai “incredulity towards metanarratives”
(ketidakpercayaan terhadap matanarasi). Metanarasi yang dimaksud,
misalnya: kebebasan, kemajuan, emansipasi kaum proletar dan
sebagainya. Menurut I. Bambang Sugiharto, postmodernisme menunjuk
pada kritik-kritik filosofis atau gambaran dunia (world view),
epistemologi dan ideologi-ideologi modern.
Keadilan dilihat dari
kesamarataan menerima sesuatu yang patut, wald’u syafi’ fi
mahallihi bukan keadilan dalam bentuk pemerataan yang tidak
proporsional. Dalam paradigma Lyotard, kondisi posmodernisme adalah
kondisi ketidakpercayaan social atas metanarasi. Metanarasi diartikan
sebagai cerita atau teori kesuluruhan tentang sejarah dan tujuan dari
manusia yang menjadi dasar dan pengabsahan pengetahuan dan praktik
budaya.
Dalam ‘perang sains’ yang
sangat menyuramkan pengembangan analitis sosiologi ini, beberapa
ilmuan mengembangkan mesin dada dengan menunjukkan bahwa
filsuf-filsuf sosial tersebut memiliki semacam “ketakmampuan
mental”, dirancanglah sebuah perancang lunak computer yang
menggambarkan cara menulis ‘analisis’ dengan
pendekatan-pendekatan postmodern yang cenderung menggunakan
,etafora-metafora.
Upaya yang dilakukan
postmodernisme adalah membongkar dan menghancurkan meta-narasi yang
dihasilkan dari sebuah ideologi dan pemikiran mainstream yang
hegemonik dan menguasai kultur pengetahuan masyarakat.
Sejumlah ahli mendeskripsikan
posmo sebagai menolak rasionalits yang digunakan oleh para
fungionalis, rasionalis, interpretif, dan teori kritis. Posmo bukan
menolak rasionalitas tetapi tidak membatasi pada standar termasuk
yang divergen, horizontal, dan heterarkhik tetapi lebih menekankan
pada pencarian rasionalitas aktif kreatif. Pada era postmodern para
ahli tidak hendak mencari hubungan rasional-integratif, melainkan
hendak menemukan secara kreatif kekuatan-kekuatan momental dari
berbagai sesuatu yang saling independen dan dapat dimanfaatkan.
Apakah pluralism postmodern yang sangat menghargai The Other secara
real sudah diterjemahkan dalam praktek perspektif Barat dalam melihat
Islam? Kami khawatir, jawabannya tidak.
Jean Baudrillard,seorang tokoh
postmodern Perancis, pernah menyatakan bahwa media massa, terutama
televisi mampu menampilkan simulasi dan model yang demikian meledak
memenuhi ruang kehidupan sosial, sehingga mengaburkan antara citra
dan fakta. Perjalanan fase postmodern kian berarti, hingga
masuk dalam wilayah agama. Agama dijadikan titik tumpu perkembangan
gerakan intelektual ini.
Kajian post-modernisme dan Isla
juga pernah ditulis oleh Akbar S Ahmed dalam karyanya, Postmodernisme
and Islam (1992) yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
Postmodernisme.
BAB VII
POTRET METODE DAN CORAK TAFSIR
AL-AZHAR
Al-Qur’an adalah kalam Allah
yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, penutup
para Nabi dan Rasul dengan perantar malaikat Jibril.
Ranah Minang, tanah kelahiran
Hamka di penghujung abad ke-19 dan paro abad ke-20,menyaksikan
kembali kebangkitan putra-putranya, yang dikenal dengan sebutan kaum
muda.
Langkah-langkah pembaharuan yang
dilakukan oleh tiga serangkai, Syekh Muhammad Djamil Djambek, Syekh
Abdul Karim Amarullah dan Haji Abdullah Ahmad ini mendapat reaksi
yang cukup keras, terutama dari kalangan ulama kaum tua.
Sebagai mana diketahui bahwa
Kulliyatud Diniyah Parabek dipimpin oleh Syekh Ibrahim Musa. Dan
ternyata, disekolah ini telah berdiri sebelumnya organisasi yang
bernam Mudzakaratul Ikhwan dan menerbitkan sebuah majalah
bernama Al-Bayam.
Persatuan Muslimin Indonesia,
disingkat PERMI, merupakan perkembangan lebih lanjut dari perluasan
keanggotaan Sumatera Thawalib terhadap bekas-bekas pelajar dan
guru-guru yang tidak lagi mempunyai hubungan langsung dengan Thawalib
School.
Tafsir al-Azhar berasal dari
kuliah subuh yang diberikan oleh Hamka di Masjid agung al-Azhar,
sejak tahum 1959. Demikianlah tanpa diduga sebelumnya, pada hari
senin 12 Ramadhan 1383, bertepatan dengan 27 Januari 1964, sesaat
setelah Hamka memberikan pengajian dihadapan lebih kurang 100 orang
kaum ibu di masjid al-Azhar, ia ditangkap oleh penguasa Orde Lama.
Penerbitan pertama Tafsir
al-Azhar dilakukan oleh Penerbit Pembimbing Masa, pimpinan Haji
Mahmud.
Corak yang dikedepankan oleh
Hamka dalam Al-Azhar adalah kombinasi al-Adabi al-Ijtima’I-sufi.
Secara operasional, seorang
mufassir jenis ini dalam pembahasannya tidakmauterjebak pada kajian
pengertian bahasa yang rumit, istilah-istilah ilmu danteknolog,
kecuali jika dirasakan sangat dibutuhkan. Menurut al-Dzahabi, bahwa
corak penafsiran al-Adabi al-Ijtima’i terlepas dari kekurangannya
berusaha mengemukakan segi keindahan (balaghah) bahasa dan
kemukjizatannya al-Qur’an, menejlaskan makna-makna dan
sasarn-sasaran yang dituju oleh al-Qur’an. Adapun penggagas corak
al-Adabi al-Ijtima’i adalah Muhammad Abduh.
Penafsiran Prof. Hamka
memperlihatkan kepada kita suatu wawasan yang cukup luas, namun dia
menuju ke suatu titik, yakni memberikan kesadaran kepada umat bahwa
mereka adalah makhluk yang lemah dari segala segi, baik fisik maupun
pemikiran.
BAB VIII
DISKURSUS METODE HERMENEUTIKA
AL-QUR’AN
Kecenderungan umat Islam pada
saat inilebih suka mengkonsumsi al-Qur’an dalam kehidupan
sehari-hari secara langsung (taken for granted) ketimbang
memandangnya terlebih dahulu dengan metode studi ilmiah kontemporer.
Al-Qur’an yang dianggap sebagai kitab suci, dimana ketika dibaca
mendapatkan pahala dan dijaga otentitasnya, tidak hanya berhenti
dipahami disitu. Akan tetapi harus dicari bagaimana kandungan
maknanya, yang salah satu metode pemahaman itu menggunakan
hermeneutika.
Mircea Aliade menyebutkan :
Hermeneutics refers to theintellectual discipline concerned with
the nature and presupposition of the interpretation of human
expression. Dimana secara etimologis kata hermeneutika berasal
dari bahasa Yunani hermeneue yang dalam bahasa Inggris menjadi
hermeneutics (to interpret) yang berartimenafsirkan,
menjelaskan dan menginterpretasikan atau menerjemahkan.
Sayyed Hossein Nasr menyebutkan
bahwa Hermes dalam konteks Islam adalah Nabi Idris yang disebut dalam
al-Qur’an.
Menurut Schleiermacher,proses
pemahaman menurut metode hermeneutic menuntut agar pembaca atau
penafsir berusaha untuk “reliving and rethinking the throught
and feeling of the author”
Dalam agama Yahudi misalnya,
tafsir terhadap teks-teks Taurat dilakukan oleh para ahli kitab,
yaitu mereka yang membaktikan hidupnya untuk mempelajari dan
menafsirkan hukum-hukum agama yang dibawa oleh para Nabi.
Dalam perkembangan selanjutnya
muncul Wilhelm Dilthey, seorang filosof sejarah yang digelisahkan
oleh ketiadaan metode yang tepat bagi ilmu-ilmu kultural (humaniora,
sementara ilmu-ilmu kealaman dengan metode ilmiahnya telah menemukan
metode yang dianggap layak dan memadai.
Menurut Heidegger, hermeneutika
bukan sekedar berarti metode filologi ataupun geisteswissenschaft,
akan tetapi merupakan ciri hakiki manusia. Mengenal istilah
hermeneutika dalam konteks al-Qur’an memang seringkali dinilai
rancu. Ini disebabkan hermeneutika muncul dari tradisi barat yang
banyak dihasilkan oleh orang-orang non Islam.
Hermeneutika al-Qur’an
merupakan istilah yang masih asing dalam wacana pemikiran Islam.
Diskursus penafsiran al-Qur’an tradisional lebih banyak mengenal
istilah al-tafsir, al-ta’wil, dan al-bayan.
Problem hermeneutika al-Qur’an memang tidak dijumpai padamasa-masa
awal dalam Islam.
Epistemologi hermeneutika
al-Qur’an yang telah diformulasikan oleh Al-Jabiri adalah muncul
setelah masa sahabat, yaitu pada masa-masa tadwin (pembukuan mushaf).
Dimana ketika itu hermeneutika merupakan persoalan “metode” atau
epistemology al-bayan yang mencakup baik persoalan bagaimana cara
memahami (al-fahm), maupun cara “mengkomunikasikan pemahaman”
(al-ifham) tersebut.
Istilah hermeneutika sendiri
dalam sejarah keilmuan Islam, khususnya tafsir al-Qur’an klasik,
memang tidak ditemukan istilah tersebut kalau melihat perkembangan
hermeneutika popular ketika Islam justru dalam masa kemunduran.meski
demikiam menurut Farid Esack dalam bukunya Qur’an: Liberation
and Pluralism, praktek hermeneutika sebenarnya telah dilakukan
oleh umat Islam sejak lama, khususnya ketika menghadapi al-Qur’an.
Sehubungan dengan hal itu, maka
perlu diperhatikan tiga hal yang menjadi asumsi dasar dalam
penafsiran yang bercorak hermeneutika ini, termasuk penafsiran
al-Qur’an yaitu:
- Para penafsir adalah manusia
- Penafsiran itu tidak dapat lepas dari bahasa, sejarah dan tradisi
- Tidak ada teks yang menjadi wilayah bagi dirinya sendiri
Dengan demikian maka asumsi dasar
hermeneutika adalah untuk memperoleh pemahaman yang tepat terhadap
suatu teks itu, keberadaan konteks yang ada di seputar konteks
tersebut tidak boleh dinafikan begitu saja.
BAB IX
JAWA DAN TRADISI ISLAM
PENAFSIRAN HISTORIOGRAFI JAWAMARK R WOODWARD
Mark R. Woodward, seorang
Profesor Islam dan agama-agama di Asia Tenggara di Arizona State
University. Munculnya pengaruh-pengaruh Islam terhadap tradisi di
lingkungan Keraton Yogyakarta adalah fenomena nyata. Tradisi tersebut
meliputi: ritual yang berasal dari Keraton dan diselenggarakan untuk
rakyat, seperti Grebeg Sura, Sekatenan, ziarah di makam Imogiri,
wayang, penerapan syari’ah di lingkungan Keraton, serta bagaimana
penerapan konsep kekuasaan teoratik, serta konvensi berbahasa yang
menunjukan adanya akuturasi dan asimilasi kebudayaan di lingkungan
Keraton Yogyakarta.
Niels Mulder menuliskan
Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional,Gadjahmada
University Press, 1986. Buku ini menurut pengakuan penulisnya
merupakan riset sosio-kultural terhadap “Orang Jawa” dan
“masyarakat Jawa”.
Darori Amin, MA. Menyunting buku
Islam dan Kebudayaan Jawa terbitan Gama Media, Yogyakarta
tahun 2000. Buku ini mengungkaokan secara komprehensif bagaimana
pengaruh ajaran Islam terhadap kebudayaan Jawa setalah menilik nuansa
mistis, yang sangat kondusif dengan kultur Jawa yang telahlama lekat
dengan warna mistis dari tradisi Hindu, Budha, dan kepercayaan lama.
Mark R. Woodward merupakan
etnograf Jawa sekaligus antropolog yang otoritas keilmuannya diakui
dalam meneliti pengaruh Islam terhadap tradisi Jawa. Mark R. Woodward
adalah professor kajian agama (religious studies) dari Arizona State
University (USA).
Secara historis sesungguhnya
terdapat kesulitan untuk memastikan tentang kehadiran Islam pertama
kali di Jawa. Akan tetapi adanya catatan pada nisan kubur Fatimah
binti Maimun di Laren yang bertahun 1082 M secara umum dijadikan
sebagai bukti yang kongkrit bagi kedatangan Islam di Jawa.
Proses asimilasi di Jawa
berlangsung pada sekitar masa pemerintahan Kerajaan Hindu Majapahit.
Majapahit berkembang pesat setelah pergolakan kedaerahan dapat
dipadamkan, sehingga seluruh daerah pedalaman dan pesisri berhasil di
konsolidasikan. Melalui program politik Nusantara Isun Amukti Palapa
Patih Gadjah Mada (1341 M), kepulauan Nusantara berhasil dipersatukan
di bawah Majapahit.
Diantara para penyebar agama
Islam di daerah pedalaman adalah Walisongo, yaitu Sembilan orang wali
yang par-excelence. Menilik konstruksi metodelogi yang di
operasikan seorang tokoh adalah langkah awal yang sangat penting
ketika mengkaji pemikirannya. Berawal dari konteksini, pemikiran Mark
R. woodward dibentuk berdasarkan revisinya terhadap perspektif
teoritis dari literalisme dan strukturalisme aksiomatik. Konflik yang
muncul dengan adanya Islam Jawa, oleh Mark R. Woodward lantas di
pandang bukan sebagai konflik antar agama (Islam versus Hindu dan
Budha), yakni antara Islam normatif dan Islam Kultural, antara
syari’ah dan sufisme.
Menilai pengaruh Islam terhadap
tradisi Jawa dengan demikian tidak bisa menggunakan perspektif
dikotomis antara Islam dengan Jawa karena memperlakukan kajian dengan
metodelogi semacam itu justru melegimitasi konflik dengan cara yang
tidak tepat.
BAB X
REINTREPERTASI PROFIL
PERADABAN ISLAM
Samuel P. Huntington menyatakan
ada delapan peradaban mayor yang menyeruak di dunia Barat, Konfusius,
Jepang, Islam, Hindu, Ortodoks, Amerika Latin dan Afrika. Islam yang
di wahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, telah membawa bangsa Arab, pada
waktu itu membina suatu kebudayaan dan peradaban yang signifikan bagi
perkembangan manusia hingga saat ini.
Secara etimologis kata peradaban
adalah terjemah dari kata Arab al-Hadlarah atau al-Madaniyah dan
Civilizition dalam bahasa Inggris. Peradaban adalah bentuk kebudayaan
yang paling ideal dan puncak, sehingga menunjukan keadaban
(madaniyah) kemajuan (taqaddum) dan kemakmuran (‘umran) suatu
masyarakat. Sedangkan kebudayaan (culture) adalah usaha atau ekspansi
manusia untuk mengembangkan rasa, cipta dan karsanya. Jadi makna
kebudayaan itu lebih luas dari peradaban, karena makna “kemajuan
dan perkembangan” pada kebudayaan sifatnya mendasar sedangkan
peradaban merupakan perkembangan dan kemajuan yang lebih lanjut dari
kebudayaan itu sendiri.
Agama Islam berbeda dengan
agama-agama lainnya seperti yang di utarakan oleh H.A.R. Gibb dalam
bukunya Whither Islam “Islam is indeed much more than a system
of theology, it is a complete civiliation” (Islam sesungguhnya
lebih dari sekedar sebuah agama, ia adalah suatu peradabanyang
sempurna).
Kemudian cara melihat Islam itu
sendiri disini ada dua perspektif:
- Islam normatif
- Islam historis
Menurut Nouruzzaman Shiddiqie,
setidaknya ada tiga tujuan mempelajari sejarah dalam Islam:
- Sebagai kewajiban kaum Muslimin untuk meneladani Rasulullah SAW
- Sejarah sebagai alat untuk menafsirkan dan memahami Al-Qur’an dan Al-Hadits
- Untuk merekam peristiwa penting masa lalu, baik sebelum maupun sesudah kedatangan Islam
Pada tahun 762, kholifah Ali
Mansur yang selamaini bersemayam di kota Hasimiyah yang terletak
diatara Kufah dan Hirah, telah meletakan batu besar bagi kotanya yang
baru, yang beranama “Baghdad” yang rencana gambarnya berasal dari
petualang yang fantastis, begitu brilian yang di pertunjukan oleh
Syahrazad dalam cerita Seribu Satu Malam. Tempatnya adalah
perkampungan Sassan.
Kairo berasal dari kata al
Qahirah berarti yang berjasa. Kota Kairo di bangun pada tanggal 17
Sya’ban 358 H/969 M oleh panglima perang dinasti Fathimiah yang
beraliran syari’ah, Jauhar al Sqili seorang keturunan dari pulau
Scilia di laut tengah, atas perintah Fathimiah,al Mu’izz Lidinillah
(953-9750 M/341-365 H).
Persia dan pernah menjadi ibukota
kerajaan Safawi adalah Ishafan, yang merupakan gabungan dua kota
sebelumnya yaitu Jayy, tempat berdirinya Syahrastan kemudian, dan
yahudiyyah yang didirikan oleh Buchtanash shar atau yazdajir I.
Istambul sebelumnya merupakan
ibukota kerajaan Romawi Timur yang bernama Kostantinopel sendiri
sebelumnya sebuah kota yang bernama Byantium terletak di selat
Borporus. Konstaninopel berhasil di taklukkan oleh Sultan Muhammad al
Fatih, raja Turki Ustmani, tahun 1453 M dan menjadikannya sebagai
ibukota kerajaan baru.
Pada abad ke 16 masehi muncul
tiga imperium Islam terbesar di tengah-tengah sekian banyak
sulthanat: Daulat Ustmaniah yang menganut paham sunni di Asia Barat
dan Eropa Timur: Daulat Safawiah yang menganut faham syiah di persi
dan daulat moghul yang menganut paham sunni pada anak benua India.
Adapun faktor-faktor yang
menjadikan daerah Baghdad, Kairo, Isfahan, dan Istambul maju
peradabannya, yaitu:
- Adanya niat baik dari penguasa untuk mengusulkan Islam
- Ekonomi yang maju
- Kekuatan, peratahanan dan keamanan
- Letak geografis
- Sumber daya manusia yang handal
Secara ontologis, peradaban barat
termanifestasi dalam bentuk hasil kreativitas manusia yang di arahkan
pada pencarian kebutuhan material keduniaan yang sarat dengan nuansa
hedonism. Sepintas, peradaban barat memang lebih maju dari peradaban
Islam, antara lain dibuktikan dibuktikan dengan perkembangan ekonomi,
teknologi, dan stabilitas kehidupan sosial-politik yang dicapai
Barat. Dengan kekuatan dan potensi umat yang begitu besar., tidak
menutup kemungkinan bahwa fajar kebangkitan peradaban Islam akan
bersinar dari negeriIndonesia yang sangat kita cintai ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar