Sabtu, 22 Juni 2013

Review Buku Study Islam Kontemporer

REVIEW BUKU
STUDI ISLAM KONTEMPORER
Dosen pengampu : M. Rikza Chamami, MSI
Disusun oleh :Nia Mutia Dina (123911076)

Identitas Buku

Judul Buku            : Studi Islam Kontemporer
Penulis                  :  M. Rikza Chamami, MSI
Penerbit                : Pustaka Rizki Putra
Tanggal terbit        : Desember 2012
Jumlah halaman     : xii + 228 halaman  


STUDI ISLAM KONTEMPORER
BAB I
PASANG SURUT KEBANGKITAN DAN KEILMUAN POTRET DISENTEGRASI ABBASIYAH
Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad (sementara Umayyah di Damaskus) memiliki karakter kebijakan yang dihasilkan dengan mendapatkan stempel agama. Mereka sendiri menggunakan gelar-gelar seperti al-Hadi, ar-Rasyid, al-Mu’tashim dan sebagainya yang memberi isyarat bahwa mereka adalah pimpinan agama di samping memangku jabatan kepala pemerintahan , walaupun bukan seperti kedudukan seorang Paus dalam agama katolik.

Dinasti Abasiyyah berkuasa dalam rentang waktu yang sangat panjang, sekitar 508 tahun (750 M/132 H – 1258 M/ 656 H). Artinya konsolidasi dinasti ini pada pendewasaan masyarakat dengan melawan dominasi mawalli. Perjalanan dinasti Abbasiyah sejak berdiri hingga berakhir dengan adanya disintegrasi memang sudah tercatat sebagai sejarah islam yang cukup fantastis. Perkembangan dinasti Abbasiyah dapat di klasifikasikan menjadi tiga periode: pertama, periode perkembangan dan puncak kejayaan (750-950 M). Kedua, periode disintegrasi (950-1050 M) yang ditandai dengan upaya wilayah-wilayah melepaskan diri dan meminta otomisasai, serta berkuasanya dinasti Bani Buwaihi. Dan ketiga, periode kemunduran dan kehancuran (1050-1250).

Tanda-tanda adanya disintegrasi adalah: pertama, munculnya dinasti-dinasti kecil di barat maupun di timur Baghdad yang berusaha melepaskan diri atau meminta otonomi. Kedua, perebutan kekuasaan oleh dinasti Buwaihi dari Persia dan Saljuk dari Turki di Baghdad, sehingga menjadikan fungsi khilafah bagaikan boneka. Ketiga, lahirnya perang salib anatara pasukan Islam dengan pasukan salib Eropa.
Adapun dinasti-dinasti kecil yang ada di barat Baghdad yaitu :
  1. Dinasti Idris (172-311 H/ 788-932 M)
  2. Dinasti Aghlabi (184-296 H/ 800-900 M)
  3. Dinasti Tuluni (254-292 H/ 868-905 M)
  4. Dinasti Ikhsyidi(323-358 H/ 935-969 M)
  5. Dinasti Hamdani (293-394 H/ 968-104 M)
Sementara dinasti-dinasti kecil yang ada di timur Baghdad yaitu :
  1. Dinasti Thohiri (205-259 H/ 821-873 M)
  2. Dinasti Saffari (254-290 H/ 867-903 M)
  3. Dinasti Saamani(261-398 H/ 874-999 M)
Professor Nicholson telah menggambarkan kegiatan ilmiah di dunia islam dengan begitu cepat, dan kita memetik sebagian dari padanya sebagai permulaan kita mengenai kebangkitan kebudayaan di zaman Abbasiyah pertama itu. Menurut Nicholson, sejumlah besar penyelidik dan penuntut ilmu pengetahuan dari kalangan muslimin dengan penuh semangat mengembara ke tengah-tengah tiga benua yaitu dunia yang dikenal pada zaman tersebut, kemudian kembali ke negeri masing-masing seperti kembalinya lebah-lebah yang membawa madu yang membangkitkan selera.
Di zaman tersebut , tamaddun Islam telah mulai mantap setelah selesainya gerakan perluasan dan penaklukan yang menjadi keistimewaan zaman dinasti Umayyah. Kebudayan akan berkembang dengan luas dikalangan sesuatu umat apabila umat itu berada dalam keadaan yang tenteram dan ekonomi yang stabil.
  1. Kegiatan menyusun buku-buku ilmiah
Kegiatan menyusun buku-buku berjalan menurut tiga tingkat.pertama, adalah tingkat yang paling mudah dan rendah, ialah kertas yang berasingan atau dua rangkap, asli dan salinannya. Kedua, yaitu tingkat pertengahan, merupakan bukaan ide-ide yang serupa atau hadits-hadits Rasul dalamsatu buku. Ketiga, yang paling tinggi ialah tingkat penyusunan yang merupakan lebih halus dari pada kerja pembukuan,karena di tingkat ini segala yang sudah di catat diatur dan disusun dalambagian-bagian dan bab-bab tertentu serta berbeda satu sama lain. Tingkat ini telah di capai oleh kaum muslimin di zaman pemerintahan Abbasiyah pertama, tahun 143 H.
  1. Mengatur ilmu-ilmu Islam
Berikut adalah sebagian dari ilmu-ilmu Islam yang telah mengalami perubahan dan perkembangan besar di zaman pemerintahan Abbasiyah:
  • Ilmu Tafsir
Bidang tafsir telah mengalami suatu perkembangan yang besar dan menjadi berangkai-rangkai secara menyeluruh. Tafsir al-Faraa’ merupakan tafsir pertama yang disusun, menurut susunan ayat-ayat Al-Qur’an, serta sebagai perintis jalan kepada penafsir yang lahir sesudahnya, sehingga muncul al-Tabari yang menghimpunkan di dalam tafsirnya semua keistimewaan yang terdapat dalam karya-karya tafsir sebelumnya.
  • Ilmu Fiqh
Di antara kebanggan zaman pemerintahan Abbasiyah pertama ialah terdapatnya empat madzhab fiqh yang ulung ketika itu. Mereka adalah Imam Abu Hanifah (150 H), Imam Malik (179 H), Imam Syafi’i (204 H), Imam Ahmad bin Hambal (241 H) ke empat imam tersebut merupakan ulama-ulama Fiqh yang paling agung di dunia Islam.
  • Ilmu Nahwu
Di antara tokoh-tokoh Nahwu dari aliran Basrah ialah Isa bin Umar as-Saqafi (149 H), al-Akhfasyi (177 H), Sibawaihi (180 H), Yunus bin Habib (182 H). Di antara tokoh aliran Kufah adalah Abu Ja’far ar-Ru’asi, al-Kisa’I (183 H) dan al-Faraa’ (208 H).
  • Ilmu Sejarah
Sebagaimana hadits ini merupakan induk dari ilmu Tafsir, ia juga menjadi induk dari ilmu sirah (sejarah). Dari sini timbul ide untuk memisahkan ilmu sirah dan ilmu Hadits. Tokoh yang melaksanakannya secara ilmiah yaitu, Muhammad bin Ishaq (152 H) dan bukunya mengenai sejarah hidup Nabi merupakan buku yang paling tua.
  • Terjemahan dari Bahasa Asing
Pada tahun 762 M khalifah al-Mansyur telah meletakkan batupertama bagi Baghdad dan telah menghimpun golongan cerdik di berbagai lapangan serta menggalakkan penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dan sastra dari bahasa-bahasa lain ke bahasa arab. Diantara mereka yang terkemuka ialah Abdullah bin Muqaffa (752 M).
Selama masa Abbasiyah, bangsa Persia yang jenius memadu kebudayaan Arab-Islam hingga mencapai kemajuan gemilang pada zamannya, khususnya dalam bidang ilmu kedokteran, kesusteraan dan berbagai seni.
Pada masa Abbasiyah inilah tokoh-tokoh besar sunni berkiprah. Seperti munculnya empat madzhab fikih atau aliran dalam hukum Islam, yang terdiri atas Imam Abu Hanifah(713-795 M), Imam Syafi’i (767-820 M) dan Imam Hambal (780-855 M).
Dinasi Abbasiyah juga menyokong cukup kuat penulisan hadits dengan segala upaya yang dimiliki. Tokohyang terkenal dalam bidang kedokteran misalnya Ibnu Sina dan Al-Razi.
Pakar-pakar ilmu kedokteranadalah Ali At-Thobari , Al-Razi, Ali IbnuAbbas,Al-Majusi dan Ibnu Sina. At-Thobari yang berkarya pada pertengahan abad ke-9 merupakan fisikawan termashur pada masa khalifah Mutawakkil.


BAB II
KAJIAN KRITIS DIALEKTIKA FENOMENOLOGI DAN ISLAM
Annemarie Schimmel, seorang ahli fenomenologi asal Jerman, menampilkan suatu uraian mendalam tentang bagaimana kaum muslim seluruh dunia berupaya untuk menangkap dan menguraikan tanda-tanda itu dengan menggunakan pendekatan fenomenologis yang berusaha untuk masuk ke jantung agama dengan jalan menelaah lebih dulu fenomena lahiriahnya Schimmel menjabarkan aspek-aspek suci yang di lekatkan umat Islam pada berbagai fenomena seperti batu, air, api, bulan, pepohonan, hewan-hewan, makam, angka-angka, dan lain-lain. Untuk memutusi ya atau menolak terhadap ungkapan dari pengalaman keagamaan yang mungkin dijumpai dalam wawancara terhadap responden penghayat terikat. Sikap yang diambil adalah menerapkan pendekatan realism metafisis karena pendekatan ini memandang ada kebenaran metafisis yang objektif dan universal sebagaimana ada dalam dunia fisis. Yang dimaksud metafisis adalah: 1) dunia non fisis 2) merupakan dunia otonom dan objektif dalam arti luar posisi pengamat.
Secara etimologis fenomenologi berasal dari kata fenomen yang artinya gejala, yaitu hal yang tidak nyata dan semua. Juga dapat diartikan sebagai ungkapan kejadian yang dapat diamati lewat indera.
Dan yang lebih penting dalam filsafat fenomenologi sebagai sumber berfikir yang kritis. Pemikiran yang demikian besar pengaruhnya di Eropa dan Amerika antara tahun 1920 hingga 1945 dalam bidang ilmu pengetahuan positif.
Dalam konteks apapun kita memakai kata fenomenologi, kita ingat kepada pembedaan yang dibawakan oleh Kant antara phenomenon atau penampakan realitas kepada kesadaran dan noumenon atau wujud dari realitas itu sendiri. Seorang filosof itu mengabdikan diri untuk menembus rahasia; filosof fenomenologi berusaha memecahkan dualisme itu.
Ia memulai tugasnya dengan mengatakan: Jika memang ada pemecahan soal, maka pemecahan tersebut berbunyi :hanya fenomenologi yang tersajikan kepada kita dan oleh karena ituharus melihatnya.


Sebagai suatu gerakan filsafat, fenomenologi menjadi termahsur di Jerman pada seperempat abad yng ke-20 kemudian menjalar ke Perancis dan Amerika Serikat.pencetus aliran fenomenologi adalah Edmund Husserl pada usia 54 tahun, ia baru dapat menyajikan permulaan tentang fenomenologi metode yang keras untuk menganalisa kesadaran.

Sebagai filsafat, fenomenologi, menurut Edmund Husserl memberi pengetahuan yang perlu dan esensial tentang apa yang ada. Dalam langkah-langkah penyelidikannya, ia menemukan objek-objek (yang tidak terbatas banyaknya) yang membentuk kesadarandimana ia temukan.
Pendekatan Phenomenologi , yaitu pendekatan yang mengemukakan bahwa objek ilmu tidak terbatas pada yang empirik (sensual), melainkan mencakup fenomena lain baik persepsi, pemikiran, kemauan, dan keyakinan subjek tentang suatu yang transenden, disamping yang aposteoritik.
Metode fenomenologi yaitu metode yang berusaha untuk menejlaskan dan mengungkapkan sesuatu menurut suatu fenomena(gejala).
Sedangkan pendekatan fenomenologis digunakan sebagai upaya memahami arti, peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang dalam situasi.
Pada abad 19, term ini diberi arti lain oleh Hegel, yaitu conservant about mind, pengetahuan tentang pikiran. Menurutnya, jika kita membaca pikiran semata-mata dengan pengamatan dan penggeneralisasian berbagai fenomeno dalam penampakan dirinya, maka kita hanya akan diperoleh satu bagian dari pengetahuan mental, dan inilah yang disebut phenomenology of mind.
Fenomenologi dalam konteks psikologi dimakanai bukan suatu ilmu. Tidak ada sistem, tidak ada hipotesa, tidak ada teori. Sebelum menjadi psikologi (ahli ilmu jiwa) lebih baik menjadi fenomenolog supaya waktu membuat hipotesa, teori, dan hitungan sang psikolog mengetahui apa yang sebetulnya dihitung dan diterangkan.
           Belajar fenomenologis pada permulaan memang menjengkelkan. Orang harus memakai kacamata yanh berbeda dengan kacamata kehidupan sehari-hari dari orang yang bersikap “realis”. Untuk mengerti metode Husserl harus di ingat dulu tujuannya. Tujuan Husserl ialah untuk menerangkan, bahwa pengertian kita betul-betul mempunyai “Rechtsanspruch auf Gegestandlickeit” artinya: kita mengerti, dan dalam pengertian itu kita berkata bahwa pengertian itu mempunyai objek(gegestand).
Religiusitas (keberagamaan) manusia pada umumnya bersifat universal, infinite (tidak terbatas) dan transhistoris, namun religiusitas yang mendalam/abstrak tidak dapat dipahami dan dinikmati manusia tanpa sepenuhnya terlibat dalam bentuk religiusitas yang kongkrit, terbatas, historis dan terkurung dalam ruang dan waktu tertentu secara subjektif.
Kajian fenomenologis terhadap esensitas keberagamaan manusia muncul karena adanya ketidakpuasan para agamawan terhadap kajian historis yang hanya mengkaji aspek-aspek normativitas agama dari kulit luar atau aspek eksternalnya saja, sedangkan aspek internalitas kedalamannya kurang tersentuh.
Dengan pemahaman fenomenologisnya, Husserl memahami krisis ilmu sebagai ilmu dan menempatkannya sebagai permasalahan hubungan platonis antara teori murni dengan praktis kehidupan. Teori yang membentuksuatu sikap (habitus) bijak dan berpandangan luas(aufgeklarrt)sehingga melahirkan budaya ilmiah, telah terancam alam diri itu sendiri.
Menurutnya, ancaman itu adalah positivism dalam disiplin ilmu-ilmu, terutama fisika.
Para peneliti social tidak puas dengan cara kerja kelompok positivism menamakan diri kelompok peneliti kualitatif. Mereka mengacu pada perspektif fenomenologi. Secara ontologi fenomenologi menuntut pendekatan holistic, mendudukan objek penelitian dalam suatu konstruksi “ganda” dan melihat objek dalam konteks “natural” bukan parsial. Epistimologinya menurut bersatunya subjek peneliti dengan subjek pendukung objek penelitian.
Salah satu tokoh yang menggunakan fenomenologi dalam melihat Islam adalah Hassan Hanafi.

BAB III
FILSAFAT MATERIALISME KARL MARK DAN FRIEDRICK ENGELS

Aliran-aliran yang sudah di kembangkan oleh para pelopornya tak ayallagi masih menggema hingga sekarang. Misalnya persoalan yang diwariskan Immanuel Kant disatu pihak akan dikembangkan oleh aliran spekulatif-idealisme yang dibawa Fichte (1762-1814), F.W.J Schelling (1775-1854) dan sebagainya. Sedang dipihak lain akan didukung oleh aliran positivisme diatas pelopor August Comte(1797-1857) dan aliran materialismedengan tokoh Karl Mark (1818-1883) dan Friedrich Engels (1820-1895).
Marx dan Engeles inilah yang akan menjawab ketidakpuasan terhadap idealisme maupun positivisme.
Karl Heinrich Marx ( selanjutnya disebut Karl Marx) lahir 5 mei 1818di Trier, kota di perbatasan Barat Jerman, yangsaai itu masuk wilayah Prussia.
Sepanjang hidupnya, Marx memang dikenal sebagai lelaki yang payah. Ia otoriter, dan dalam debat selain tak mau kalah, dia juga acapmencibir, lalu memburuk-burukkan pribadi rekannya.
Sejak kecil, perhatian Marx sudah terpusat pada sastra dan humaniora. Dia mendapat tentor yang baik Ludwig von Westphalen, yang dengan riang menjejali Marx sastra dan filsafat.
Marx menjadi doctor pada tahun 1841 dengan disertai The Difference between TheNatural Philosophy of Democritus and Epirucus. Kertas kerja dan pengantar disertasi ini secara jelas menunjukan Marx sangat Hegelian dan antiagama. Marx meninggal di London, 14 Maret 1883.
Marx menganggap bahwa materi adalah hal yang utama, sementara pikiran wilayah konsep dan ide yang begitu penting bagai para pemikir sebenarnya hanay refleksi, seperti warna merah dalam sebuah apel, dari satu dunia yang secara fundamental berhakikat materi.
Ajaran materialis bahwa manusia itu adalah hasil keadaan dan didikan, dan manusia yang berubah hasil keadaan-keadaan lain, dan didikan yang berubah, melupakan bahwa pendidik itu sendiri memerlukan pendidikan.

Gagasan yang umum di abad 19 adalah bahwa alam semesta merupakan kumpulan materi berukuran tak hingga yang telah ada sejak dulu kala dan akan terus ada selamanya.
Marx menyatakan bahwa di negeri Jerman,kritik terhadap agama dalam garis besar sudah lengkap, dankritik terhadap agama merupakan titik tolak untuk seluruh kritik. Landasan untuk kritik sekuler adalah : manusialah yang menciptakan agama, bukan agama yang menciptakan manusia. Agama adalah kesadaran diri dan harga diri manusiayang belum menemukan diri atau sudah kehilangan diri sendiri.

BAB IV
SPEPTISISME OTENTITAS HADITS : KRITIK ORIENTALIS IGNAZ GOLDZIHER
Diantara kalangan orientalis yang masih meragukan eksitensi hadits, diantaranya adalah: Ignaz Goldziher (1921 M), Joseph Schacth (1969 M) dan G.H.A Juynboll. Mereka melontarkan kritik keras terhadap hadits.
Mereka menganggap bahwa kritik hadits bukan murni dari kalangan Islam, tapi datang dari orientalis barat yang berusaha mengkritik otoritas (contoh-contoh normatif) Nabi Muhammad SAW.
Ignaz Goldziher adalah seorang orientalis Hongaria yang dilahirkan di Szekesfehervar.
Goldziher telah menunjukan mutu intelektualnya yang tinggi ketika dia masih muda. Sesudah mempelajari manuskrip-manuskrip Arab di Leiden dan Wiena, pada tahun 1871 dia diangkat menjadi dosen privat di Budapest.
Diluar negeri dia menjadi anggota kehormatan dari akademi, delapan perkumpulan orientalis, tiga perkumpulan sanjara diluar negeri dan ikut pula sebagai anggota Royal Asiatic Society, Asiatic Society of Bengal, TheBritish Academy dan The American Oriental Society.
Beberapa karya ilmiah yang telah ia tulis, diantaranya: Die Zahiriten, Ihr Lhrsystem und Geschicte (Leipzig, 1884).
Hadits-hadits sebenarnya adalah rekayasa umat islam dalam kurun kedua dan ketiga hijrah yang mereka sandarkan kepada sebutan dan perbuatan Rasulullah.
Masyarakat barat merasa perlu membendung ekspansi Islam untuk tidak masuk terlalu jauh ke Benua Eropa, sekaligus sebagai upaya mempertahankan eksistensi kristiani.
Dalam khasanah ‘Ulm al-Hadits, pembahasan istilah hadits seringkali memiliki relevansi dengan istilah sunnah pada pihak lain, walaupun kedua istilah tersebut dipandang tidak identic, karena keduanya memiliki perbedaan. Secara sederhana oleh Goldziher dikatakan bahwa sunnah adalah sebagai revisi. Maka oleh as-Syakil Khalil Yasien dinyatakan bahwa Goldziher menganggap apa yang disebabkan oleh Muhammad bukanlah agama baru.
Keraguan Goldziher akan keabsahan dan otentitas hadits bukan saja ketika ia mengemukakan makna hadits dan sunnah yang kemudian mendapat revisi dan kedudukan dalam Islam. Ia melihat faktor lain tentang kondisi masyarakat Islam abad pertama Hijriyah diaman hadits saat itu mulai memasukin perkembangan awal. Kita akan mendapatkan sejumlah bukti bahwa hadits benar-benar merupakan perkataan, perbuatan, dan taqriryang dinisbatkan kepada Muhammad. Akan tetapi menurut Goldziher, kalau pun ada bukti tentang hal itu akan sangat sulit menentukan kebenaran dan keabsahannya.

BAB V
TELAAH SOSIO-KULTURAL: MANHAJ AHLUL MADINAH

Hukum islam dianggap sebagai hukum yang sakral oleh orang-orang islam,yang mencakup tugas-tugas agama yang datang dari Allah dan diwajibkan terhadap semua orang islam dan semua aspek kehidupan mereka.
Dalam perkembangan selanjutnya, daerah Islam semakin bertambah luas sehingga meliputi Mesir, Syiria, Irak danlain-lain.
Taubat menurut syari’at Islam harus memenuhi syarat, yaitu : berhenti berbuat maksiat, menyesali perbuatan maksiat yang telah dikerjakan dan berazam tidak mengulanginya kembali. Syari’at yang berlaku pada orang-orang bani israil tersebut masih tetap berlaku bagi umat Islam, karena al-Qur’an menyebutkannya secara mutlak “annan nafsa bin nafsi” (jiwa dengan jiwa) dan tidak ada dalil yang membatalkannya atau mengkhususkannya.
Hukum Islam adalah syari’at dan pemikiran hukum Islam sama dengan fiqh. Sedangkan fiqh (pemikiran hukum Islam) dapat diartikan sebagai kumpulan daya upaya para ahli fiqh untuk mengaplikasikan syaria’at dalam kehidupan mereka.
Memperbincangkan fuqaha’ ahlul Madinah, sama halnya berbocara tentang ahlul hadits. Karena keduanya merupakan satu rangkaian sejarah yang tidak pernah terpisahkan. Munculnya kelompok ini adalah bagian dari produksi hukum Islam yang sudah mapan pada masa Nabi dan Khulafaurrosyidin.
Dalam berijtihad, kelompok ahlul-Ra’yi sering mendahulukan pendapat akal dari pada hadits-hadits ahad. Mereka sangat selektif dapat menerima hadits-hadits. Berbeda dengan ahlul-Ra’yi, kelompok ahlul-Hadits lebih mendahulukan hadits-hadits Nabi Muhammad SAW yang bersifat ahad dari pada pendapat akal, jika hadits-hadits tersebut memenuhi syarat kesahihannya.
Adapun sahabat yang terkemuka dalam golongan ahlul ra’yi antara lain Umar bin Khatab (w.23/644 M) di Madinah. Madzhab-madzhab yang dikenal sebagai ahlul hadits adalah madzhab asy-Syafi’i, madzhab Hambali dan madzhab Maliki. Imam Syafi’I memperkenalkan suatu pola penalaran dan metode pengolahan hukum yang utuh dan sistematis yang kemudian dikenal sebagai ushul fiqh.





BAB VI
POST MODERNISME: REALITAS FILSAFAT KONTEMPORER

Arus posmodernisme, yang merupakan respons keras atas modernism, selama dua tiga decade belakangan begitu hebat mewarnai dan memengaruhi diskursus intelektual di negeri ini. Yang diberikan zaman posmodernis pada kita melalui definisinya adalah potensi, kemungkinan, visi tentang keselarasan melalui pemahaman.
Postmodernisme oleh J. F. Lyotard dalam bukunya La Condition Postmoderne (1979), diartikan secara sederhana sebagai “incredulity towards metanarratives” (ketidakpercayaan terhadap matanarasi). Metanarasi yang dimaksud, misalnya: kebebasan, kemajuan, emansipasi kaum proletar dan sebagainya. Menurut I. Bambang Sugiharto, postmodernisme menunjuk pada kritik-kritik filosofis atau gambaran dunia (world view), epistemologi dan ideologi-ideologi modern.
Keadilan dilihat dari kesamarataan menerima sesuatu yang patut, wald’u syafi’ fi mahallihi bukan keadilan dalam bentuk pemerataan yang tidak proporsional. Dalam paradigma Lyotard, kondisi posmodernisme adalah kondisi ketidakpercayaan social atas metanarasi. Metanarasi diartikan sebagai cerita atau teori kesuluruhan tentang sejarah dan tujuan dari manusia yang menjadi dasar dan pengabsahan pengetahuan dan praktik budaya.
Dalam ‘perang sains’ yang sangat menyuramkan pengembangan analitis sosiologi ini, beberapa ilmuan mengembangkan mesin dada dengan menunjukkan bahwa filsuf-filsuf sosial tersebut memiliki semacam “ketakmampuan mental”, dirancanglah sebuah perancang lunak computer yang menggambarkan cara menulis ‘analisis’ dengan pendekatan-pendekatan postmodern yang cenderung menggunakan ,etafora-metafora.
Upaya yang dilakukan postmodernisme adalah membongkar dan menghancurkan meta-narasi yang dihasilkan dari sebuah ideologi dan pemikiran mainstream yang hegemonik dan menguasai kultur pengetahuan masyarakat.
Sejumlah ahli mendeskripsikan posmo sebagai menolak rasionalits yang digunakan oleh para fungionalis, rasionalis, interpretif, dan teori kritis. Posmo bukan menolak rasionalitas tetapi tidak membatasi pada standar termasuk yang divergen, horizontal, dan heterarkhik tetapi lebih menekankan pada pencarian rasionalitas aktif kreatif. Pada era postmodern para ahli tidak hendak mencari hubungan rasional-integratif, melainkan hendak menemukan secara kreatif kekuatan-kekuatan momental dari berbagai sesuatu yang saling independen dan dapat dimanfaatkan. Apakah pluralism postmodern yang sangat menghargai The Other secara real sudah diterjemahkan dalam praktek perspektif Barat dalam melihat Islam? Kami khawatir, jawabannya tidak.
Jean Baudrillard,seorang tokoh postmodern Perancis, pernah menyatakan bahwa media massa, terutama televisi mampu menampilkan simulasi dan model yang demikian meledak memenuhi ruang kehidupan sosial, sehingga mengaburkan antara citra dan fakta. Perjalanan fase postmodern kian berarti, hingga masuk dalam wilayah agama. Agama dijadikan titik tumpu perkembangan gerakan intelektual ini.
Kajian post-modernisme dan Isla juga pernah ditulis oleh Akbar S Ahmed dalam karyanya, Postmodernisme and Islam (1992) yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia Postmodernisme.

BAB VII 
POTRET METODE DAN CORAK TAFSIR AL-AZHAR
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, penutup para Nabi dan Rasul dengan perantar malaikat Jibril.
Ranah Minang, tanah kelahiran Hamka di penghujung abad ke-19 dan paro abad ke-20,menyaksikan kembali kebangkitan putra-putranya, yang dikenal dengan sebutan kaum muda.
Langkah-langkah pembaharuan yang dilakukan oleh tiga serangkai, Syekh Muhammad Djamil Djambek, Syekh Abdul Karim Amarullah dan Haji Abdullah Ahmad ini mendapat reaksi yang cukup keras, terutama dari kalangan ulama kaum tua.
Sebagai mana diketahui bahwa Kulliyatud Diniyah Parabek dipimpin oleh Syekh Ibrahim Musa. Dan ternyata, disekolah ini telah berdiri sebelumnya organisasi yang bernam Mudzakaratul Ikhwan dan menerbitkan sebuah majalah bernama Al-Bayam.
Persatuan Muslimin Indonesia, disingkat PERMI, merupakan perkembangan lebih lanjut dari perluasan keanggotaan Sumatera Thawalib terhadap bekas-bekas pelajar dan guru-guru yang tidak lagi mempunyai hubungan langsung dengan Thawalib School.
Tafsir al-Azhar berasal dari kuliah subuh yang diberikan oleh Hamka di Masjid agung al-Azhar, sejak tahum 1959. Demikianlah tanpa diduga sebelumnya, pada hari senin 12 Ramadhan 1383, bertepatan dengan 27 Januari 1964, sesaat setelah Hamka memberikan pengajian dihadapan lebih kurang 100 orang kaum ibu di masjid al-Azhar, ia ditangkap oleh penguasa Orde Lama.
Penerbitan pertama Tafsir al-Azhar dilakukan oleh Penerbit Pembimbing Masa, pimpinan Haji Mahmud.
Corak yang dikedepankan oleh Hamka dalam Al-Azhar adalah kombinasi al-Adabi al-Ijtima’I-sufi.
Secara operasional, seorang mufassir jenis ini dalam pembahasannya tidakmauterjebak pada kajian pengertian bahasa yang rumit, istilah-istilah ilmu danteknolog, kecuali jika dirasakan sangat dibutuhkan. Menurut al-Dzahabi, bahwa corak penafsiran al-Adabi al-Ijtima’i terlepas dari kekurangannya berusaha mengemukakan segi keindahan (balaghah) bahasa dan kemukjizatannya al-Qur’an, menejlaskan makna-makna dan sasarn-sasaran yang dituju oleh al-Qur’an. Adapun penggagas corak al-Adabi al-Ijtima’i adalah Muhammad Abduh.
Penafsiran Prof. Hamka memperlihatkan kepada kita suatu wawasan yang cukup luas, namun dia menuju ke suatu titik, yakni memberikan kesadaran kepada umat bahwa mereka adalah makhluk yang lemah dari segala segi, baik fisik maupun pemikiran.

BAB VIII
DISKURSUS METODE HERMENEUTIKA AL-QUR’AN


Kecenderungan umat Islam pada saat inilebih suka mengkonsumsi al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari secara langsung (taken for granted) ketimbang memandangnya terlebih dahulu dengan metode studi ilmiah kontemporer. Al-Qur’an yang dianggap sebagai kitab suci, dimana ketika dibaca mendapatkan pahala dan dijaga otentitasnya, tidak hanya berhenti dipahami disitu. Akan tetapi harus dicari bagaimana kandungan maknanya, yang salah satu metode pemahaman itu menggunakan hermeneutika.
Mircea Aliade menyebutkan : Hermeneutics refers to theintellectual discipline concerned with the nature and presupposition of the interpretation of human expression. Dimana secara etimologis kata hermeneutika berasal dari bahasa Yunani hermeneue yang dalam bahasa Inggris menjadi hermeneutics (to interpret) yang berartimenafsirkan, menjelaskan dan menginterpretasikan atau menerjemahkan.
Sayyed Hossein Nasr menyebutkan bahwa Hermes dalam konteks Islam adalah Nabi Idris yang disebut dalam al-Qur’an.
Menurut Schleiermacher,proses pemahaman menurut metode hermeneutic menuntut agar pembaca atau penafsir berusaha untuk “reliving and rethinking the throught and feeling of the author
Dalam agama Yahudi misalnya, tafsir terhadap teks-teks Taurat dilakukan oleh para ahli kitab, yaitu mereka yang membaktikan hidupnya untuk mempelajari dan menafsirkan hukum-hukum agama yang dibawa oleh para Nabi.
Dalam perkembangan selanjutnya muncul Wilhelm Dilthey, seorang filosof sejarah yang digelisahkan oleh ketiadaan metode yang tepat bagi ilmu-ilmu kultural (humaniora, sementara ilmu-ilmu kealaman dengan metode ilmiahnya telah menemukan metode yang dianggap layak dan memadai.
Menurut Heidegger, hermeneutika bukan sekedar berarti metode filologi ataupun geisteswissenschaft, akan tetapi merupakan ciri hakiki manusia. Mengenal istilah hermeneutika dalam konteks al-Qur’an memang seringkali dinilai rancu. Ini disebabkan hermeneutika muncul dari tradisi barat yang banyak dihasilkan oleh orang-orang non Islam.
Hermeneutika al-Qur’an merupakan istilah yang masih asing dalam wacana pemikiran Islam. Diskursus penafsiran al-Qur’an tradisional lebih banyak mengenal istilah al-tafsir, al-ta’wil, dan al-bayan. Problem hermeneutika al-Qur’an memang tidak dijumpai padamasa-masa awal dalam Islam.
Epistemologi hermeneutika al-Qur’an yang telah diformulasikan oleh Al-Jabiri adalah muncul setelah masa sahabat, yaitu pada masa-masa tadwin (pembukuan mushaf). Dimana ketika itu hermeneutika merupakan persoalan “metode” atau epistemology al-bayan yang mencakup baik persoalan bagaimana cara memahami (al-fahm), maupun cara “mengkomunikasikan pemahaman” (al-ifham) tersebut.
Istilah hermeneutika sendiri dalam sejarah keilmuan Islam, khususnya tafsir al-Qur’an klasik, memang tidak ditemukan istilah tersebut kalau melihat perkembangan hermeneutika popular ketika Islam justru dalam masa kemunduran.meski demikiam menurut Farid Esack dalam bukunya Qur’an: Liberation and Pluralism, praktek hermeneutika sebenarnya telah dilakukan oleh umat Islam sejak lama, khususnya ketika menghadapi al-Qur’an.
Sehubungan dengan hal itu, maka perlu diperhatikan tiga hal yang menjadi asumsi dasar dalam penafsiran yang bercorak hermeneutika ini, termasuk penafsiran al-Qur’an yaitu:


  1. Para penafsir adalah manusia
  2. Penafsiran itu tidak dapat lepas dari bahasa, sejarah dan tradisi
  3. Tidak ada teks yang menjadi wilayah bagi dirinya sendiri
Dengan demikian maka asumsi dasar hermeneutika adalah untuk memperoleh pemahaman yang tepat terhadap suatu teks itu, keberadaan konteks yang ada di seputar konteks tersebut tidak boleh dinafikan begitu saja.

BAB IX
JAWA DAN TRADISI ISLAM PENAFSIRAN HISTORIOGRAFI JAWAMARK R WOODWARD
Mark R. Woodward, seorang Profesor Islam dan agama-agama di Asia Tenggara di Arizona State University. Munculnya pengaruh-pengaruh Islam terhadap tradisi di lingkungan Keraton Yogyakarta adalah fenomena nyata. Tradisi tersebut meliputi: ritual yang berasal dari Keraton dan diselenggarakan untuk rakyat, seperti Grebeg Sura, Sekatenan, ziarah di makam Imogiri, wayang, penerapan syari’ah di lingkungan Keraton, serta bagaimana penerapan konsep kekuasaan teoratik, serta konvensi berbahasa yang menunjukan adanya akuturasi dan asimilasi kebudayaan di lingkungan Keraton Yogyakarta.
Niels Mulder menuliskan Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional,Gadjahmada University Press, 1986. Buku ini menurut pengakuan penulisnya merupakan riset sosio-kultural terhadap “Orang Jawa” dan “masyarakat Jawa”.
Darori Amin, MA. Menyunting buku Islam dan Kebudayaan Jawa terbitan Gama Media, Yogyakarta tahun 2000. Buku ini mengungkaokan secara komprehensif bagaimana pengaruh ajaran Islam terhadap kebudayaan Jawa setalah menilik nuansa mistis, yang sangat kondusif dengan kultur Jawa yang telahlama lekat dengan warna mistis dari tradisi Hindu, Budha, dan kepercayaan lama.
Mark R. Woodward merupakan etnograf Jawa sekaligus antropolog yang otoritas keilmuannya diakui dalam meneliti pengaruh Islam terhadap tradisi Jawa. Mark R. Woodward adalah professor kajian agama (religious studies) dari Arizona State University (USA).
Secara historis sesungguhnya terdapat kesulitan untuk memastikan tentang kehadiran Islam pertama kali di Jawa. Akan tetapi adanya catatan pada nisan kubur Fatimah binti Maimun di Laren yang bertahun 1082 M secara umum dijadikan sebagai bukti yang kongkrit bagi kedatangan Islam di Jawa.
Proses asimilasi di Jawa berlangsung pada sekitar masa pemerintahan Kerajaan Hindu Majapahit. Majapahit berkembang pesat setelah pergolakan kedaerahan dapat dipadamkan, sehingga seluruh daerah pedalaman dan pesisri berhasil di konsolidasikan. Melalui program politik Nusantara Isun Amukti Palapa Patih Gadjah Mada (1341 M), kepulauan Nusantara berhasil dipersatukan di bawah Majapahit.
Diantara para penyebar agama Islam di daerah pedalaman adalah Walisongo, yaitu Sembilan orang wali yang par-excelence. Menilik konstruksi metodelogi yang di operasikan seorang tokoh adalah langkah awal yang sangat penting ketika mengkaji pemikirannya. Berawal dari konteksini, pemikiran Mark R. woodward dibentuk berdasarkan revisinya terhadap perspektif teoritis dari literalisme dan strukturalisme aksiomatik. Konflik yang muncul dengan adanya Islam Jawa, oleh Mark R. Woodward lantas di pandang bukan sebagai konflik antar agama (Islam versus Hindu dan Budha), yakni antara Islam normatif dan Islam Kultural, antara syari’ah dan sufisme.


Menilai pengaruh Islam terhadap tradisi Jawa dengan demikian tidak bisa menggunakan perspektif dikotomis antara Islam dengan Jawa karena memperlakukan kajian dengan metodelogi semacam itu justru melegimitasi konflik dengan cara yang tidak tepat.

BAB X
REINTREPERTASI PROFIL PERADABAN ISLAM
Samuel P. Huntington menyatakan ada delapan peradaban mayor yang menyeruak di dunia Barat, Konfusius, Jepang, Islam, Hindu, Ortodoks, Amerika Latin dan Afrika. Islam yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, telah membawa bangsa Arab, pada waktu itu membina suatu kebudayaan dan peradaban yang signifikan bagi perkembangan manusia hingga saat ini.
Secara etimologis kata peradaban adalah terjemah dari kata Arab al-Hadlarah atau al-Madaniyah dan Civilizition dalam bahasa Inggris. Peradaban adalah bentuk kebudayaan yang paling ideal dan puncak, sehingga menunjukan keadaban (madaniyah) kemajuan (taqaddum) dan kemakmuran (‘umran) suatu masyarakat. Sedangkan kebudayaan (culture) adalah usaha atau ekspansi manusia untuk mengembangkan rasa, cipta dan karsanya. Jadi makna kebudayaan itu lebih luas dari peradaban, karena makna “kemajuan dan perkembangan” pada kebudayaan sifatnya mendasar sedangkan peradaban merupakan perkembangan dan kemajuan yang lebih lanjut dari kebudayaan itu sendiri.
Agama Islam berbeda dengan agama-agama lainnya seperti yang di utarakan oleh H.A.R. Gibb dalam bukunya Whither Islam “Islam is indeed much more than a system of theology, it is a complete civiliation” (Islam sesungguhnya lebih dari sekedar sebuah agama, ia adalah suatu peradabanyang sempurna).

Kemudian cara melihat Islam itu sendiri disini ada dua perspektif:
  1. Islam normatif
  2. Islam historis
Menurut Nouruzzaman Shiddiqie, setidaknya ada tiga tujuan mempelajari sejarah dalam Islam:
  1. Sebagai kewajiban kaum Muslimin untuk meneladani Rasulullah SAW
  2. Sejarah sebagai alat untuk menafsirkan dan memahami Al-Qur’an dan Al-Hadits
  3. Untuk merekam peristiwa penting masa lalu, baik sebelum maupun sesudah kedatangan Islam
Pada tahun 762, kholifah Ali Mansur yang selamaini bersemayam di kota Hasimiyah yang terletak diatara Kufah dan Hirah, telah meletakan batu besar bagi kotanya yang baru, yang beranama “Baghdad” yang rencana gambarnya berasal dari petualang yang fantastis, begitu brilian yang di pertunjukan oleh Syahrazad dalam cerita Seribu Satu Malam. Tempatnya adalah perkampungan Sassan.
Kairo berasal dari kata al Qahirah berarti yang berjasa. Kota Kairo di bangun pada tanggal 17 Sya’ban 358 H/969 M oleh panglima perang dinasti Fathimiah yang beraliran syari’ah, Jauhar al Sqili seorang keturunan dari pulau Scilia di laut tengah, atas perintah Fathimiah,al Mu’izz Lidinillah (953-9750 M/341-365 H).
Persia dan pernah menjadi ibukota kerajaan Safawi adalah Ishafan, yang merupakan gabungan dua kota sebelumnya yaitu Jayy, tempat berdirinya Syahrastan kemudian, dan yahudiyyah yang didirikan oleh Buchtanash shar atau yazdajir I.
Istambul sebelumnya merupakan ibukota kerajaan Romawi Timur yang bernama Kostantinopel sendiri sebelumnya sebuah kota yang bernama Byantium terletak di selat Borporus. Konstaninopel berhasil di taklukkan oleh Sultan Muhammad al Fatih, raja Turki Ustmani, tahun 1453 M dan menjadikannya sebagai ibukota kerajaan baru.
Pada abad ke 16 masehi muncul tiga imperium Islam terbesar di tengah-tengah sekian banyak sulthanat: Daulat Ustmaniah yang menganut paham sunni di Asia Barat dan Eropa Timur: Daulat Safawiah yang menganut faham syiah di persi dan daulat moghul yang menganut paham sunni pada anak benua India.
Adapun faktor-faktor yang menjadikan daerah Baghdad, Kairo, Isfahan, dan Istambul maju peradabannya, yaitu:
  1. Adanya niat baik dari penguasa untuk mengusulkan Islam
  2. Ekonomi yang maju
  3. Kekuatan, peratahanan dan keamanan
  4. Letak geografis
  5. Sumber daya manusia yang handal
Secara ontologis, peradaban barat termanifestasi dalam bentuk hasil kreativitas manusia yang di arahkan pada pencarian kebutuhan material keduniaan yang sarat dengan nuansa hedonism. Sepintas, peradaban barat memang lebih maju dari peradaban Islam, antara lain dibuktikan dibuktikan dengan perkembangan ekonomi, teknologi, dan stabilitas kehidupan sosial-politik yang dicapai Barat. Dengan kekuatan dan potensi umat yang begitu besar., tidak menutup kemungkinan bahwa fajar kebangkitan peradaban Islam akan bersinar dari negeriIndonesia yang sangat kita cintai ini.

Selasa, 07 Mei 2013

Pemilihan Media Pembelajaran :)


PEMILIHAN MEDIA PEMBELAJARAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Media Pembelajaran
Dosen Pengampu : Drs. H. Muslam M.Ag., M. Pd.

Disusun oleh :
Fuani Tikawati Maghfiroh                  (123911048)
Hanik Rosyida                                    (123911049)
Muhamad Abu Naim                          (123911070)
Nia Mutia Dina                                   (123911076)

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013








I.                   PENDAHULUAN
Belajar secara tradisional diartikan sebagai upaya menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan.[1] Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh  karena itu belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Salah satu tanda bahwa  seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, ketrampilan atau sikapnya.
Apabila proses belajar itu di laksanakan secara formal di sekolah-sekolah, tidak lain ini di maksudkan untuk mengarahkan perubahan pada diri siswa secara terencena, baik dalam aspek pengetahuan, ketrampilan, maupun sikap. Pengajaran akan lebih efektif  jika dilakukan pemilihan media  pembelajaran yang paling sesuai. Sudah seharusnya kita mengetahui prinsip-prinsip memilih media pembelajaran, kriteria pemilihan media pembelajaran dan apa saja macam media pembelajaran tersebut. 
II.                PEMBAHASAN
A.    PRINSIP-PRINSIP PSIKOLOGI DALAM PEMILIHAN MEDIA PEMBELAJARAN
1.       Motivasi. Harus ada kebutuhan, minat, atau keinginan untuk belajar dari pihak siswa sebelum meminta perhatiannya untuk mengerjakan tugas dan latihan. Lagipula pengalaman yang akan dialami siswa  harus relevan dengan dan bermakna baginya. Oleh karena itu perlu untuk melahirkan minat itu dengan perlakuan yang memotivasi dari informasi yang terkandung dalam media pengajaran itu.
2.      Perbedaan individual. Siswa  belajar dengan cara dan kecepatan yang berbeda-beda. Faktor-faktor seperti kemampuan intelegensial, tingkat pendidikan, kepribadian dan gaya belajar mempengaruhi kemampuan dan kesiapan siswa untuk belajar.
3.      Tujuan pembelajaran. Jika siswa diberitahukan apa yang diharapkan mereka pelajari melalui media pengajaran itu, kesempatan untuk berhasil dalam pembelajaran semakin besar. Di samping itu pernyataan mengenai tujuan belajar yang ingin di capai dapat menolong perancang dan penulis materi pelajaran. Tujuan ini akan menentukan bagian isi yang mana harus mendapatrkan perhatian pokok dalam media pengajaran.
4.      Organisasi isi. Pembelajaran akan lebih mudah jika isi dan prosedur atau ketrampilan fisik yang akan di pelajari  di atur dan di organisasikan kedalam urut-urutan yang bermakna. Di samping itu tingkatan materi yang akan disajikan ditetapkan berdasarkan kompleksitas dan tingkat kesulitan isi  materi. Dengan cara seperti ini  dalam pengembangan dan penggunaan media, siswa dapat dibantu untuk secara  lebih baik mensitesis dan memadukan pengetahuan yang akan dipelajari.
5.      Persiapan sebelum belajar. Siswa sebaiknya telah menguasai secara baik pelajaran dasar atau memiliki pengalaman yang diperlukan secara memadai yang mungkin merupakan prasyarat untuk menggunakan media dengan sukses. Dengan kata lain, ketika merancang materi pelajari perhatian harus ditujukan kepada siswa dan tingkat persiapan siswa.
6.      Emosi. Pembelajaran  yang melibatakan emosi dan perasaan pribadi  serta kecakapan amat berpengaruh dan bertahan.  Media pengajaran adalah cara .yang sangat baik  untuk menghasilkan respon emosional seperti takut, cemas, empati, cinta kasih dan kesenangan. Oleh karena itu perhatian khusus harus ditujukan kepada elemen-elemen rancangan media jika hasil  yang di inginkan berkaitan dengan pengetahuan dan sikap.
7.      Partisipasi. Partisipasi aktif oleh siswa jauh lebih baik dari pada mendengarkan dan menonton secara pasif. Partisipasi artinya kegiatan mental atau fisik yang terjadi di sela-sela penyajian materi  pelajaran. Dengan partisipasi kesempatan lebih besar terbuka bagi siswa untuk memahami dan mengingat materi pelajaran itu.
8.      Umpan balik. Hasil belajar dapat meningkat apabila secara berkala siswa di informasikan kemajuan belajarnya. Pengetahuan tentang hasil  belajar, pekerjaan yang baik, atau kebutuhan untuk perbaikan pada sisi-sisi tertentu akan memberikan sumbangan terhadap motivasi  belajar yang berkelanjuan.
9.      Penguatan (reinforcement). Apabila siswa berhasil belajar, ia didorong untuk terus belajar. Pembelajaran yang di dorong oleh keberhasilan amat bermanfaat,dapat membangun kepercayaan diri, dan secara positif positif memepengaruhi perilaku di  masa-masa yang akan datang.
10.  Latihan dan pengulangan. Sesuatu hal baru jarang sekali dapat dipelajari secara efektif hanya dengan sekali jalan.
11.  Penerapan. Hasil belajar yang di inginkan adalah meningkatkan kemampuan sesorang untuk menerapkan atau mentransfer hasil belajar pada masalah atu situasi baru.

B.      KRITERIA PEMILIHAN MEDIA PEMBELAJARAN
Seperti telah diuraikan di atas, kriteria pemilihan media bersumber dari konsep bahwa media merupakan bagian dari sistem instruksional secara keseluruan. Untuk itu, ada beberapa kriteria yang patut diperhatikan dalam memilih media pembelajaran.
1.   Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media di pilih berdasarkan tujuan instruksionalyang telah di tetapkan secara umum mengacu kepada salah satu atau gabungan dari dua atau tiga ranah kogitif, efektif atau psikomotor. Tujuan ini dapat di gambarkan dalam bentuk tugas yang harus dikerjakan atau dipertujukkan oleh siswa, seperti menghafal, melakukan kegiatan yang melibatkan kegiatan fisik atau pemakaian prinsip-prinsip seperti sebab dan akibat, melakukan tugas yang melibatkan pemahaman konsep-konsep atau hubungan-hubungan perubahan dan mengerjakan tugas-tugas yang melibatkan pemikiran pada tingkatan lebih tinggi.
2.   Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip atau generalisasi. Media yang berbeda, misalnya film dan grafik memerlukan simbol dan kode yang berbeda dan oleh karena itu memerlukan proses dan ketrampilan mental yang berbeda untuk memahaminya. Agar dapat membantu proses pembelajaran secara efektif, media harus selaras dan sesuai dengan kebutuhan tugas pembelajaran dan kemampuan mental siswa. Televisi misalnya, tepat untuk mempertunjukkan proses dan transformasi yang memerlukan manipulasi ruang dan waktu.
3.      Praktis, luwes dan bertahan. Jika tidak tersedia waktu, dana atau sumber daya yang lainnya untuk memproduksi, tidak perlu di paksakan. Media yang mahal dan memakan waktu lama untuk memproduksinya bukanlah jaminan sebagai media yang terbaik. Kriteria ini menuntun para guru atau instruktur untuk memilih media yang ada, mudah di peroleh atau mudah di buat sendiri oleh guru. Media yang di pilih sebaiknyadapat digunakan dimana pun dan kapan pun dengan pelaratan yang tersedia disekitarnya, serta mudah di pindahkan dan di bawa kemana-mana.
4.      Guru terampil menggunakannnya . Ini merupakan salah satu kriteria utama. Apa media itu, guru harus mampu menggunakannya dalam proses pembelajaran . Nilai dan manfaat media amat di tentukan oleh guru yang menggunakannya. Proyektor transparansi (OHP), proyektor, slide dan film computer dan pelaratan cangggih lainnya tidak akan mempunnyai arti apa-apa jika guru belum dapat menggunakannya dalam proses pembelajaran sebagai upaya mempertinggi mutu dan hasil belajar.
5.      Pengelompokkan sasaran. Media yang efektif untuk kelompok besar belum tentu sama efektifnya jika digunakan pada kelompok kecil atau perorangan. Ada media yang tepat untuk jenis kelompok besar, kelompok sedang, kelompok kecil dan perorangan.
6.      Mutu teknis. Pengembangan visual baik gambar maupun fotograf harus memenuhi persyaratan teknis tertentu. Misalnya, visual pada slide harus jelas dan informasi atau pesan yang ditonjolkan dan ingin disampaikan tidak boleh terganggu oleh elemen lain yang berupa latar belakang.





C.     STRATEGI DAN MACAM-MACAM CARA PEMBELAJARANNYA

Pemilihan strategi pembelajaran yang akan digunakan dalam proses pembelajaran  harus berorientasi pada tujuan pembelajaran yang akai dicapai. Selain itu, harus disesuaikan dengan jenis materi, karakteristik peserta didik serta situasi calon, kondisi dimana proses pembelajaran tersebut akan berlangsung. Terdapat berbagai metode dan teknik pembelajaran yang akan  digunakan tapi tidak semuanya sama efektifnya untuk mencapai tujuan pembelajaran.[2]

1.      Pembelajaran yang aktif
Salah satu strategi bagaimana menjadikan pembelajaran berlangsung secara aktif. Beberapa ciri pembelajaran yang aktif sebagaimana di kemukakan dalam panduan pembelajaran model ALIS (Active Learning In School, 2009) adalah :[3]
a.       Pembelajaran berpusat pada siswa
b.      Pembelajaran terkait dengan kehidupan nyata
c.       Pembelajaran mendorong anak untuk berfikir lebih tinggi
d.      Pembelajaran melayani gaya belajar anak yang berbeda-beda
e.       Pembelajaran mendorong anak untuk berinteraksi multiarah (siswa-guru)
f.       Pembelajaran menggunakan lingkungan sebagai media pembelajaran
g.      Pembelajaran berpusat pada anak
h.      Penataan lingkungan belajar
i.        Guru memantau proses belajar siswa
j.        Guru memberikan umpan balik terhadap hasil kerja anak
Dalam sebuah penelitian pembelajaran yang aktif (Uno Hamzah, 2009) menemukan salah satunya adalah anak belajar dari pengalamannya, selain anak harus belajar memecahkan masalah yang dia peroleh. Mereka belajar menggunakan indera mereka, menjelajahi lingkungan, baik yang berupa benda, tempat, serta peristiwa-peristiwa disekitar mereka.  
2.      Pembelajaran yang inovatif [4]
a.       Model pembelajaran langsung
Ciri-cirinya menurut (Kardi dan Nur, 2000:3)
-          Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa, termasuk prosedur penilaian belajar.
-          Sintaks atau pola keseluruhan dan luar kegiatan pembelajaran.
-          Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang di perlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil.
b.      Pembelajaran diskusi  kelas
Berdasarkan pengertian para ahli pemanfaatan diskusi oleh guru mempunyai arti untuk memahami apa yang ada di dalam pikiran siswa dan bagaiman memproses gagasan dan informasi yang diajarkan melalui komunikasi guru dengan siswa. Sehingga diskusi menyediakan tatanan sosial dimana guru dapat membantu siswa menganalis proses berfikir mereka.
c.       Model pembelajaran yang kooperatif
Hal yang penting dalam model pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa dapat belajar dengar cara bekerja sama dengan teman. Setiap anggota kelompok tetap memberikan sumbangan terhadap prestasi kelompok dan para siswa juga mendapat kesempatan untuk bersosialisasi.
Terdapat beberapa tipe model pembelajaran kooperatif, seperti tipe STAD ( Student Teams Achievement Division),tipe jigsaw, investigasi kelompok, dan pendekatan struktural.
3.      Pembelajaran melalui media  lingkungan
Depdiknas (1990:9) mengemukakan bahwa belajar dengan menggunakan lingkungan memungkinkan siswa menemukan hubungan yang sangat bermakna antara ide-ide abstrak dan penerapan praktis di dalam konteks dunia nyata, konsep dipahami melalui proses penemuan, pemberdayaan, dan hubungan. [5]
Beberapa kelebihan dan kekurangan dari pembelajaranmelalu lingkungan antara lain :
Kelebihan
-          Peserta didik dibawa langsung ke dalam dunia yang konkret tentang penanaman konsep pembelajaran, sehingga peresta didik tidakhanya bisa untuk mengkhayalkan materi.
-          Motivasi peserta didik akan lebih bertambah karena peserta didik mengalami suasana belajar yang berbeda dari biasanya.
-          Membuka peluang peserta didik untuk berimajinasi.
-          Konsep pembelajaran yang dilaksanakan tidak akan terkesan monoton.
Kekurangan
-          Lebih cenderung digunakan pada mata pelajaran IPA atau sains dan sejenisnya.
-          Perbedaan kondisi lingkungan di setiap daerah (dataran rendah dan dataran tinggi).
-          Adanya pergantian musim yang  menyebabkan perubahan kondisi lingkungan setiap hari.
-          Timbulnya bencana alam.
4.      Pembelajaran yang kreatif
Pembelajaran yang kreatif tidak akan lahir secara tiba-tiba tanpa adanya kemampuan. Keingintahuan yang tinggi dan di ikuti dengan keterampilan dalam membaca. Menurut Porter dan Hernacki (2002:292) bahwa ”seseorang yang kreatif selalu mempunyai rasa ingin tahu, ingin mencoba-coba berpetualang secara intuisif.”
Beberapa hal dalam proses pembelajaran yang kreatif menurut DePorter dan Mike Hernacki (2002:30), yaitu :
a.       Persiapan, mendefinisikan masalah, tujuan atau tantangan.
b.      Inkubasi, mencerna fakta-fakta dan mengolahnya dalam pikiran.
c.       Iluminasi, mendesak ke permukaan, gagasan-gagasan bermunculan.
d.      Verifikasi, memastikan apakah solusi itu benar-benar memecahkan masalah.
e.       Aplikasi, mengambil langkah-langkah untuk menindaklanjuti solusi tersebut.
5.      Pembelajaran yang efektif
Menurut Yusuf Hadi Miarso (1993) bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang dapat menghasilkan belajar yang bermanfaat dan terfokus pada siswa (student centered) melalui penggunaan prosedur yang tepat.
Indikator-indikator yang perlu dilakukan dalam pembelajaran yang efektif menurut Wotruba dan Wright (1985)
1.      Pengorganisasian materi yang baik
2.      Komunikasi yang efektif
3.      Penguasaan dan antusiasme terhadap materipelajaran
4.      Sikap positif terhadap siswa
5.      Pemberian nilai yang adil
6.      Keluwesan dalam pendekatan pembelajaran
7.      Hasil belajar siswa yang baik
Prinsip-prinsip  dalam pembelajaran efektif
1.      Perhatian
2.      Motivasi
3.      Keaktifan
4.      Keterlibatan langsung atau pengalaman
5.      Pengulangan
6.      Tantangan
7.      Balikan atau penguatan
8.      Perbedaan individual
6.      Pembelajaran yang menarik
Pembelajaran yang menarik adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan kehidupan sehari-hari. Model  ini melibatkan tujuh komponen pembelajaran, yakni kontruksivisme (construksivism),bertanya (questioning), menemukan (inquiri), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling) dan penilaian sebenarnya (authentic assesment).


III.             KESIMPULAN
Dengan demikian, pendidikan pembelajaran dengan guru yang menarik  dan pemilihan media pembelajaran yang tepat sebagai proses merupakan pendekatan belajar mengajar yang mengarah kepada pengembangan kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan yang  lebih tinggi dalam diri individu siswa.
Proses belajar mengajar dan hasil belajar siswa sebagian besar ditentukan oleh peranan dan kompetensi guru, guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik. Kemampuan-kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa di antaranya adalah mengamati, menggolongkan, menafsirkan, meramalkan, menerapkan, merencanakan penelitian, dan mengkomunikasikan.
Demikianlah makalah yang dapat kami buat. Tiada gading yang tak retak, dan kami sangat menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini belum mendekati sempurna bahkan jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Semoga makalah ini bias menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.


 

[1] Hamzah B.uno, Nurdin Mohamad, belajar dengan pendekatan pailkem (Jakarta, Bumi  Aksara,2011) hal 140
[2] Hamzah B.uno, Nurdin Mohamad, belajar dengan pendekatan pailkem (Jakarta, Bumi  Aksara,2011) hal  26
[3] Belajar dengan pendekatan pailkem (Jakarta, Bumi  Aksara,2011) hal  75
[4] Belajar dengan pendekatan pailkem (Jakarta, Bumi  Aksara,2011) hal  106
[5] Belajar dengan pendekatan pailkem (Jakarta, Bumi  Aksara,2011) hal   145

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad azhar, Media pembelajaran, Jakarta: PT raja grafindo persada, 2003
Arsyad azhar, Media pembelajaran, Jakarta: PT raja grafindo persada, 2011
Uno Hamzah, Mohamad Nurdin, Belajar dengan pendekatan pailkem, Jakarta: Bumi    aksara, 2011